Gurita Ganti Warna dalam Rangka Memulai Perkelahian

By , Selasa, 2 Februari 2016 | 13:00 WIB

Telah lama diasumsikan bahwa kemampuan gurita untuk mengubah warna telah berkembang sebagai sifat evolusi untuk membantu mereka menghindari deteksi oleh predator. Menurut sebuah studi baru, dalam jurnal Current Biology, beberapa spesies Sefalopoda dapat menyesuaikan warna mereka dalam rangka menunjukkan tingkat agresi terhadap saingan.

Peneliti menggunakan kamera bawah air untuk mengamati perilaku spesies yang disebut Octopus tetricus, dan mencatat bahwa interaksi agonistik mereka cenderung dimediasi oleh perubahan warna, serta jenis lain dari bahasa tubuh. Dengan demikian, para penulis penelitian menyimpulkan bahwa pajangan ini memiliki lebih dari fungsi komunikatif dari sebelumnya mereka pikir, dengan demikian menghancurkan gagasan bahwa gurita makhluk sosial.

Secara khusus, mereka menggambarkan bagaimana warna gelap dikaitkan dengan peningkatan agresivitas. Setiap kali dua gurita menampilkan warna gelap mendekati satu sama lain, perkelahian cenderung terjadi, sementara hewan berwarna lebih terang akan mundur ketika berhadapan dengan makhluk yang lebih gelap.

Para peneliti juga menguraikan apa yang mereka gambarkan sebagai pose "berdiri tegak", dimana gurita menyebarkan tentakel dan meningkatkan mantel mereka. Hipotesis sebelumnya telah menyatakan bahwa perilaku ini mungkin merupakan upaya untuk mencari titik pandang yang lebih tinggi, untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik dari predator atau mangsa. Namun, penulis penelitian mencatat bahwa posisi tubuh tidak benar-benar mengangkat mata, dan karena itu tidak mungkin untuk melayani tujuan ini.

Sebaliknya, mereka mengusulkan bahwa perilaku ini adalah bentuk lain dari sinyal, yang dirancang untuk meningkatkan kejelasanukuran. Peneliti menyarankan, bahwa hal tersebut merupakan sarana berkomunikasi kekuatan mereka pada gurita lain untuk mengintimidasi mereka.

Menyimpulkan temuan mereka, para peneliti mengklaim bahwa mereka mestinnya tidak lagi menganggap gurita sebagai soliter dan asosial, atau pola repertoar tubuh mereka, karena perilaku  yang telah berevolusi hanya dalam konteks anti-predator kamuflase. Sebaliknya, fokus sekarang harus ditempatkan lebih pada mencoba menguraikan berbagai cara di mana gurita berkomunikasi satu sama lain melalui bahasa tubuh.