Pemerintah Indonesia Harus Perbaiki Tata Kelola Perikanan dari Hulu ke Hilir

By , Senin, 1 Februari 2016 | 14:00 WIB

Laporan terakhir West Pacific and East Asian Seas (WPEA( menyebutkan telah terjadi penurunan yang mengkhawatirkan pada stok cakalang dan tuna mata besar di tingkat regional. Data populasi tuna yang semakin menipis ini mendominasi pertemuan Regional Komisi Perikanan Wilayah Pasifik Barat dan Tengah (Western and Central Pacific Fisheries Commission/WCPFC) yang berlangsung di Bali 3-8 Desember 2015.

Berdasar laporan dan pertemuan tersebut, WWF menghimbau Pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah perbaikan pengelolaan perikanan dari hulu ke hilir, agar komoditas perikanan tuna Indonesia dapat berkelanjutan.

Bila mengacu pada data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia merupakan negara dengan potensi tuna tertinggi di dunia. Tahun 2014, total produksi tuna mencapai 613.575 ton per tahun dengan nilai sebesar Rp 6,3 triliun per tahun.

Manajer Program Perbaikan Perikanan Tangkap dan Budidaya WWF Indonesia, Abdullah Habibi menyatakan, ”Langkah-langkah perbaikan pengelolaan untuk perikanan tuna meliputi penyusunan strategi pemanfaatan (Harvest Strategy), pengaturan pemanfaatannya (Harvest Control Rule) di perairan kepulauan yang harus selaras dengan WCPFC, kepatuhan terhadap standar RFMO (Regional Fisheries Management Organization) terutama pada pemenuhan data yang akurat, dan penempatan observer onboard.”

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 4/Permen-KP/2015 tentang Larangan Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia 714 yang meliputi Laut Banda dan Teluk Tolo. Wilayah tersebut merupakan daerah pembiakan (breeding ground) dan daerah bertelur (spawning ground) dari tuna sirip kuning. WPP lain juga membutuhkan perlindungan serupa untuk menjamin keberlanjutan tuna.