Komite Anak-Anak PBB yang memantau pelaksanaan Konvensi itu baru saja merampungkan sidang tiga minggu di Jenewa. Ke-18 pakar anggota Komite mempelajari jejak rekam 14 negara termasuk lima negara Afrika: Benin, Kenya, Senegal, Zambia dan Zimbabwe.
Komite mendapati praktek merusak seperti mutilasi genital perempuan dan perkawinan anak masih terjadi di negara yang dipantau. Dan dalam kasus Kenya para pakar khawatir melihat bentuk perbudakan seks di dalam lingkungan keluarga yang acapkali menjurus ke perkosaan.
Pakar independen itu mengutuk pembunuhan dan perdagangan organ tubuh anak-anak albino (bulai) di Kenya yang sebagian dilakukan oleh anggota keluarga sendiri. Dan para pakar mendapati praktek luar biasa kejam itu terjadi di 16 negara Afrika.
Ketua Komite Benyam Mezmur mengatakan kepada VOA albinoisme sering dikaitkan dengan pemilihan politis sebab diperkirakan organ tubuh anak bulai membawa mujur. Ia mengatakan, kekerasan terhadap anak bulai bukan soal yang dapat dipecahkan oleh satu negara. Melainkan memerlukan tanggapan yang terkordinasi.
Komite memberi contoh dari suatu upacara di Benin yang terutama amat disesalkan. Menurut Mezmur anak-anak terutama anak perempuan diambil dari keluarga mereka dan diasingkan ke dalam apa yang disebut 'biara voodoo.' Ia mengatakan, "Dalam hal ini akses mereka pada pendidikan, hubungan dengan keluarga, pada kesehatan dan sebagainya menjadi dari terputus sampai tidak ada sama sekali. Sudah tentu terjadi perlakuan tidak layak dan pelecehan seksual di biara itu."
Komite menghimbau pemerintah Benin agar menyelamatkan anak-anak dari biara voodoo dimaksud, memberi mereka bantuan psikologi, sosial dan keuangan untuk menolong mereka keluar dari pengalaman yang traumatis itu.