Lagi, Gajah Ditemukan Terluka dan Mati di Riau

By , Rabu, 10 Februari 2016 | 17:30 WIB

Himpunan Penggiat Alam (HIPAM), kelompok pelestari dari Duri, Riau menemukan sekawanan gajah ketika melakukan pemantauan di kantong gajah Balai Raja, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Dari kawanan yang berjumlah 25 ekor, terdapat empat gajah yang terluka parah.

Satu gajah betina kehilangan ekornya dan mengalami pembengkakan di daerah pangkalnya. Selain itu, terdapat seekor anak gajah terluka parah di kaki depan sebelah kanan.

“Selain anak gajah itu, ada dua gajah lain yang kakinya buntung,” ujar Ketua HIPAM, Zulhusni Supri, ketika dihubungi melalui telepon, Rabu (10/2).

Ia mengatakan bahwa kaki anak gajah terluka akibat terkena jerat babi yang dipasang oleh warga setempat untuk melindungi perkebunannya dari babi hutan. Sedangkan gajah yang kehilangan ekor belum diketahui penyebabnya.

“Kami sudah melaporkan penemuan ini ke BKSDA Riau, mereka bilang hari Senin mendatang akan kirim dokter hewan ke sini,” ujar Husni.

Saat ini Husni dan rekan-rekannya terus memantau pergerakan dan arah tujuan kawanan gajah tersebut untuk meminimalisasi konflik gajah dengan manusia. Mereka akan menginformasikan kepada masyarakat jika gajah bergerak ke arah pemukiman warga.

“Harapannya, ketika masyarakat diperhatikan, mereka juga bisa memberi perhatian kepada gajah,” ujar Husni.

Konflik gajah dan manusia

Di hari ke sembilan pemantauan, tim HIPAM menemukan gajah yang mati karena tersengat listrik dari pagar kawat.

Pagar kawat yang dialiri listrik tersebut memang sengaja di pasang untuk melindungi perkebunan kelapa sawit dan berada di daerah jelajah gajah.

“Biasanya pemilik perkebunan dengan modal besar yang memasang itu (pagar kawat),” imbuhnya.

Kawasan hutan yang semakin banyak 'disulap' menjadi permukiman dan perkebunan membuat gajah terdesak. (Zulhusni Supri/HIPAM)

Husni menuturkan, beberapa hari lalu, kawanan gajah liar dilaporkan memasuki kawasan permukiman di kawasan Pematang Pudu dan merusak rumah warga. Pematang Pudu sendiri merupakan kawasan yang sudah lama menjadi daerah perlintasan gajah. Saat ini, daerah yang semula hutan tersebut, kini sudah menjadi permukiman warga.

Konflik antara gajah dan manusia kerap terjadi akibat hilangnya hutan yang menjadi habitat gajah. Kawasan hutan semakin banyak yang terkonversi menjadi permukiman dan perkebunan. Di Suaka Margasatwa Balai Raja misalnya, hutan alam yang awalnya seluas 18.000 hektare, kini hanya tersisa 20 hektare.