Tambang Ilegal dan Perambahan Ancaman Kawasan Konservasi Gorontalo

By , Senin, 15 Februari 2016 | 14:00 WIB

Penambangan emas tanpa izin dan perambahan hutan adalah ancaman serius kawasan konservasi seluas 110.000 hektar di Provinsi Gorontalo. Meski berbagai cara telah dilakukan untuk menghentikan kegiatan ilegal ini, namun sepertinya masyarakat tak jemu untuk menganggu kawasan konservasi tersebut. Kawasan Tamaela di Suaka Marga Satwa Nantu memiliki kandungan emas yang menjadi sasaran penambangan ilegal. 

Para penambang ilegal memasuki kawasan konservasi secara diam-diam dan melakukan aktivitas di tengah hutan. Proses pengambilan emas dilakukan di dengan cara mengikis permukaan tanah dengan menggunakan pipa penyemprot air, akibatnya banyak pohon tumbang dan secara signifikan mengubah permukaan kawasan. 

Akibat proses penambangan yang serampangan ini banyak bukit lenyap dalam waktu singkat karena terus digerus air. Selain merusak kawasan konservasi, penambangan ilegal ini juga menyebabkan sungai Paguyaman keruh sepanjang tahun dan tidak bisa dilalui perahu ketinting akibat sedimentasi yang parah.

“Tambang emas ilegal masih menjadi ancaman serius, aktivitasnya tidak pernah surut dan melibatkan banyak orang” kata Syamsuddin Hadju, Kepala Seksi Konservasi Wilayah 2 Gorontalo.

Tak hanya penambangan liar, di kawasan konservasi lainnya perladangan masyarakat menjadi faktor rusaknya hutan. Bahkan di Cagar Alam Tanjung Panjang Kabupaten Pohuwato kondisinya sudah sangat kritis, hutan mangrove dibabat habis dan sudah beralih fungsi menjadi tambak.

Demikian juga dengan Cagar Alam Panua yang sudah dirambah masyarakat lokal untuk berladang. Di bagian tepi jalan terlihat dirimbuni pepohonan, namun di bagian dalam sudah beralih menjadi ladang.

Terdapat lima kawasan konservasi di Gorontalo yaitu suaka margasatwa Nantu, Cagar Alam Panua, Cagar Alam Tanjung Panjang, Cagar Alam Pulau Mas Popaya Raja dan Cagar Alam Tangale. Kelima kawasan konservasi ini berada di empat daerah administrasi, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato.

“Sejumlah upaya telah kami lakukan mulai dari sosialisasi, patroli hutan secara rutin, operasi gabungan hingga operasi represif,” pungkas Syamsuddin Hadju.