Penutur Bilingual Gunakan Dua Bahasa Tanpa Kesalahan

By , Sabtu, 20 Februari 2016 | 07:00 WIB

Orang dengan kemampuan bilingual menggunakan dan mempelajari bahasa dengan cara mengubah pikiran dan otak mereka, yang memiliki banyak konsekuensi positif. Hal ini dipaparkan Judith F. Kroll, seorang ilmuwan kognitif.

"Penelitian terbaru mengungkapkan cara yang luar biasa di mana bilingualisme merubah jaringan otak, yang memungkinkan kemampuan kognisi, mendukung kinerja bahasa yang fasih dan memfasilitasi pembelajaran baru," kata Kroll, professor psikologi, linguistik dan studi perempuan.

Para peneliti telah menemukan bahwa struktur otak dan jaringan penutur bilingual berbeda dari penutur monolingual. Antara lain, perubahan jaringan otak membantu penutur bilingual untuk berbicara dalam bahasa yang dimaksudkan, tidak keliru berbicara dengan bahasa yang lain.

Selayaknya otak manusia yang tidak semua sama, tidak semua penutur bilingual sama dan perubahan dalam pikiran dan otak mereka berbeda, tergantung pada bagaimana individu belajar bahasa, apakah dua bahasa dan konteks bahasa yang digunakan.

"Apa yang kita dapat dari penelitian terbaru adalah, bahwa pada setiap tingkat pengolahan bahasa (dari kata-kata hingga tata bahasa pidato) kita melihat keberadaan interaksi lintas bahasa dan kompetisi,"ungkap Kroll. Ia menambahkan bahwa terkadang kita melihat interaksi lintas bahasa tersebut dalam perilaku, tetapi kadang-kadang kita hanya melihat mereka dalam data otak.

Kroll mempresentasikan temuan terbaru tentang cara penutur bilingual belajar dan menggunakan bahasa dengan cara mengubah pikiran dan otak mereka pada pertemuan tahunan Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan (13/2).

Kedua bahasa aktif setiap saat pada penutur bilingual, yang berarti individu tidak dapat dengan mudah mematikan bahasa, bahasa tidak berada dalam persaingan satu sama lain. Pada gilirannya, ini menyebabkan penutur bilingual menyulap dua bahasa, membentuk kembali jaringan di otak yang mendukung masing-masing.

"Konsekuensi dari bilingualisme tidak terbatas pada bahasa, tetapi mencerminkan reorganisasi jaringan otak yang terus berimplikasi pada cara di mana bilingual bernegosiasi untuk kompetisi kognitif yang lebih umum," pungkas Kroll.