Great Barrier Reef Terinfeksi Virus Mirip Herpes

By , Kamis, 7 April 2016 | 10:00 WIB

Great Barrier Reef (karang penghalang besar), sistem terumbu karang terbesar di dunia akan melalui waktu yang sulit sekarang. Ini disebabkan perubahan iklim buatan manusia, dan di efek sangat kuat dari El Niño. Karang sedang mengalami pemutihan; stres dan meluapkan ganggang fotosintesisnya yang bermanfaat, sebagai hasilnya karang kehilangan warna yang indah. Sayangnya, sebuah studi terbaru dalam jurnal Frontiers in Microbiology memiliki beberapa berita buruk. Peneliti dari studi tersebut menyatakan karang juga tampaknya terinfeksi parah oleh virus seperti herpes.

Sebelumnya virus ini memang pernah ditemukan dalam koloni karang, ia mengambil keuntungan dari hewan tanpa mempengaruhi secara negatif, atau parasit. Peran mereka dalam ekosistem pun masih belum diketahui. Namun, jika kecenderungan pemanasan saat ini terus berlanjut, maka Great Barrier Reef akan menderita kerusakan permanen pada tahun 2030, makan menilai virus memililki dampak negatif terhadap terumbu karang sangat penting.

Tim peneliti memeriksa sampel dari karang Acropora aspera di kedua habitat alami dan di laboratorium. Mereka memasukkannya melalui berbagai tekanan, termasuk suhu yang tinggi, paparan sinar UV yang intens, dan simulasi hujan lebat. Faktor-faktor penekan diketahui penyebab karang menjadi stres dan akhirnya memutih.

Setelah pemutihan, karang ditemukan mengandung beban tinggi VLP (Virus Like Particles), sisa-sisa non-menular dari infeksi virus. Dengan melihat bentuk dan ukuran partikel berukuran nanometer ini, tim menyimpulkan bahwa sebagian besar dari mereka mirip virus milik beberapa keluarga yang dikenal sebagai kelompok virus herpes, retrovirus dan megavirus. Herpes VLP sangat berlimpah. Mereka muncul untuk menjadi serupa dalam ukuran dan bentuk virus herpes, tetapi berbagi sedikit kesamaan dengan genomnya.

(Baca pula : "Menyelami" Great Barrier Reef dari Rumah Sendiri)

Wabah ini tampaknya terjadi selama peristiwa pemutihan, ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang keras membuat karang lebih rentan terhadap infeksi. Bahkan, jumlah VLP ditemukan dalam karang hanya tiga hari setelah pemutihan, mulai dua sampai empat kali lebih tinggi dari yang pernah tercatat di karang.

"Ini adalah berita buruk," kata Rebecca Vega-Thurber, seorang asisten profesor mikrobiologi di Oregon State University College of Science dan penulis penelitia dalam sebuah pernyataan. "Peristiwa pemutihan ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat pada karang murni. Ini dapat pulih, tetapi insiden seperti ini sekarang terjadi lebih luas di seluruh dunia,"tambah Thurber

Tak satu pun dari virus bisa diidentifikasi secara definitif, yang berarti bahwa mereka bisa menjadi spesies baru. Tanpa mengetahui peran yang tepat, mereka bermain di terumbu karang. Para peneliti tidak bisa memastikan bagaimana virus ini mungkin berbahaya, meskipun mereka menduga bahwa mereka bisa membuktikan berbahaya dalam konsentrasi yang sangat tinggi.

National Oceanic and Atmospheric Administration tahun lalu mengumumkan bahwa terkait dengan catatan suhu laut, dunia sedang berada dalam pergolakan ketiga pemutihan karang global, dengan sebagian besar terumbu karang di Pasifik dan Hindia sangat terpengaruh.