Rumah Tembok Merah, Tengara Pecinan Karangturi Lasem

By , Jumat, 19 Februari 2016 | 17:30 WIB

Salah satu bangunan termegah di Lasem adalah rumah bergaya Hindia—Indische Empire—dengan dua pilar berandanya nan anggun. Rumah yang berlokasi di Gang Karangturi 4 itu dilestarikan oleh pengusaha toko elektronik dan aneka perabot di pecinan itu. Namanya, Rudy Hartono, 45 tahun. Dia menamai rumah cantiknya dengan sebutan rumah Tiongkok Kecil Heritage.

Saya dengan mudah dapat menemukan bangunan itu. Letaknya di Karangturi, bertembok tinggi dengan cat warna merah menyala, dan sebuah logo bertuliskan Tiongkok Kecil Heritage terpampang dalam ukuran besar. Rumah itu memiliki dua pintu: pintu utama bergaya Cina terbuat dari kayu, sedangkan pintu lainnya adalah pintu besi bercat merah. Klasik dan tampak megah. Saya menyebutnya ‘rumah merah’.

Sore menjelang malam, kami bertandang ke kediaman Rudy Hartono. Dia tinggal di rumah peninggalan orang tuanya, rumah bergaya Cina-Hindia yang tetap kuno dalam kekinian Lasem. Tepat di belakang dapur, saya melihat sebidang tanah dipenuhi oleh tanaman bawang kucai tinggalan orang tuanya yang dirawat oleh Rudy sendiri.

Dari bagian belakang kediamannya, Rudy mengajak kami menuju rumah merah. Kami berjalan memotong gang-gang dalam rumahnya. Akhirnya kami menyaksikan sebuah rumah berpilar mewah dari abad ke-19.

Kami masuk ke halaman rumah merah. Saya termangu dan kagum memandang bangunan itu.

Lampu mulai dinyalakan, saya menyaksikan betapa indahnya rumah merah milik Rudy. Pada akhir Desember 2012, Rudy mulai memugarnya—hingga sekarang. Pemugaran itu, demikian ungkapnya, mendapat banyak masukan dari ahli dan juga pemilik Museum Benteng Heritage di Tangerang, Udaya Halim. “Saya dimarahi beliau karena salah pada proses awal renovasi rumah ini,” ujar Rudy. “Sekarang sudah jadi, tinggal bagaimana mengelolanya masih dipikirkan.”

Rumah berarsitektur Hindia dengan pilar megah, Tiongkok Kecil Heritage. (Feri latief/National Geographic Indonesia)

Rudy mengakui bahwa penggunaan slogan Tiongkok Kecil Heritage sempat mendapatkan tentangan dari para penggiat dan sesepuh klenteng Pecinan Lasem.

“Kenapa Tiongkok-Tiongkok-Tiongkok dimunculkan?” kenangnya meniru ucapan beberapa kawan yang menentang penggunaan slogan itu. “Ya, saya beri pengertian, lha wong sekarang sudah bisa digunakan, kenapa tidak boleh?”

Pada akhirnya, Rudy memutuskan tetap menggunakan slogan itu dan tetap menghargai warga Lasem yang kontra. “Saya ingin berusaha melestarikan bangunan kuno warisan leluhur saja.”

Rudy menyatakan bahwa rumah Tiongkok Kecil Heritage dapat dikunjungi oleh siapa saja. Dia pun mengizinkan rumah kunonya digunakan sebagai tempat Festival Lasem dan Laseman yang digelar tahun lalu. “Semua ini untuk Lasem,” ujarnya.

“Saya berusaha menyelamatkan apa yang bisa saya selamatkan,” ujarnya sambil memandang rumah itu dengan tatapan tajam. “Semoga teman-teman lainnya pun demikian.”

National Geographic Indonesia dan National Geographic Traveler Dalam menampilkan Pecinan Lasem dalam kisah featurenya pada edisi Februari 2016. "Corong Candu di Tepian Jawa" yang terbit di majalah National Geographic Indonesia, dan "Terbit Rindu pada Bekas Kota Candu" yang terbit di National Geographic Traveler. Keduanya dikisahkan oleh Agni Malagina dan fotografer Feri Latief.