”Rupanya saat Majapahit akhir ada kecenderungan memunculkan kembali tradisi megalitik. WF Stutterheim, arkeolog Belanda, menyebut sebagai neomegalitik,” ucap Dwi.
Arjuna sebagai surga situs sebenarnya tidak kalah dari Penanggungan di sisi utara yang telah lama dikenal sebagai gudang situs. Bedanya, Penanggungan sudah lama dieksplorasi dan diteliti.
”Kalau saya menilai, situs-situs di Arjuna lebih besar bentuknya dibandingkan dengan Penanggungan. Unik dan lebih lengkap,” katanya.
Senada dengan Dwi, arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Mojokerto, Nugroho Harjo Lukito, membenarkan jika kemungkinan di Arjuna masih terdapat banyak situs dan sejauh ini baru sedikit yang ditemukan. Catatan BPCB sendiri masih kurang dari 10 situs di Arjuna.
”Di Arjuna banyak, tetapi belum tereksplorasi semua. Hanya satu-dua di sisi jalur pendakian yang sudah ditemukan. Mungkin yang lain masih tertutup ilalang. Arjuna bisa dikatakan sebagai kiblat kedua di Jatim setelah Penanggungan,” ujarnya.
Menurut Nugroho situs yang ada di Arjuna tidak hanya peninggalan masa Majapahit dan Singosari, tetapi juga ada masa Airlangga Kediri (abad ke-11 Masehi) yang lebih tua. Masyarakat masa lalu mengonsepsikan gunung sebagai tempat suci istana para dewa dan leluhur. Karena itu, mereka banyak mendirikan tempat-tempat pemujaan di gunung.