Pertengahan Desember 2015 NASA mengirim kembali astronot ke ISS. Februari 2016, perusahaan pesawat luar angkasa komersil Inggris bersiap menguji coba pesawat wisata luar angkasa, sedang China akan segera merampungkan pembangunan teleskop radio berukuran 50 m (FAST), bahkan Korea Utara telah meluncurkan satelitnya.
Kemajuan di bidang antariksa dan perkembangan ilmu astronomi dewasa ini tak terelakkan.Banyak negara berlomba menciptakan berbagai teknologi untuk misi antariksa tertentu, demi menjelajah galaksi lebih jauh lagi. Lalu bagaimana kinerja negara-negara di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Thailand dalam bidang antariksa dan ilmu astronomi?
(Baca juga: Dukungan Pemerintah Terhadap Ilmu Astronomi Masih Minim)
Mereka menjawabnya dalam gelaran Galaxy Forum. Galaxy Forum merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan oleh ILOA (International Lunar Observatory Association) di beberapa negara. Agenda ini dilaksanakan dalam rangka memberikan solusi fleksibel dan responsif untuk memajukan pendidikan terkait astronomi di abad ke-21. Ini merupakan gelaran kedua, setelah setahun sebelumnya dilaksanakan di Bandung.
Galaxy Forum tahun 2016 mengusung tema “Memajukan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Antariksa untuk Kehidupan Umat Manusia yang Lebih Baik di Masa Depan” dengan sasaran utama para pelajar SMA dan beberapa komunitas pencinta astronomi dan antariksa. Pengisi materi pada forum ini adalah perwakilan ILOA, Steve Durst. Lalu, Prof. Boonrucksar Soonthornthum direktur National Astronomical Research Institute of Thailand (NARIT). Indonesia sendiri diwakili oleh ketua Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaludin, dan rektor universitas Ma Chung, Dr. Chatief Kunjaya.
Durst, Prof.Soonthornthum, dan Thomas memaparkan misi dan program terbaru dari masing-masing lembaga di dalam auditorium Sky World, salah satu wahana berbau astronomi dan antariksa terbaru di Taman Mini Indonesia Indah. Salah satu misi terdekat ILOA adalah pengiriman ILO-1 (robot penjelajah dengan optikal dan teleskop radio) di kutub selatan Bulan. Thailand dan Indonesia fokus pada pengembangan infrastruktur, sistem dan SDM.
Selain misi dan program utama pada bidang astronomi dan antariksa, ketiganya tidak melupakan pentingnya pendidikan astronomi bagi generasi penerus bangsa. Sesuai dengan tema yang diusung, forum kali ini menekankan bahwa ilmu astronomi dan antariksa merupakan hal menarik, sehingga nantinya pelajar dapat lebih mencintai sains.
“Astronomi menjadi jalan untuk mencintai sains secara umum,” ujar Thomas pada diskusi panel dalam forum tersebut.
(Baca juga: Astronomi, Pintu Masuk untuk Mencintai Sains)
Ternyata pelajar juga dapat berkontribusi dalam bidang astronomi dan antariksa. Hal lebih lanjut dijelaskan oleh Chatief, terkait penggunaan ILO-1 bagi pelajar dan mahasiswa. Salah satunya untuk belajar otodidak dalam mengeksplorasi ruang angkasa menggunakan ILO-1 kelak.
Pada forum yang dilaksanakan Rabu (24/2) ini pula resmi ditandatangani “Deklarasi Gerakan Moril Bersama untuk Memajukan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan tentang Sains dan Teknologi Keruangangkasaan”. Sebuah deklarasi untuk terus sadar akan pentingnya ruang angkasa bagi umat manusia, yang mengedepankan sains dan teknologi keruangangkasaan dalam mendorong kesadaran tersebut. Selain itu, generasi penerus diharapkan memuat nila-nilai strategis dan terus menjalin hubungan kemitraan dalam memajukan sains dan ilmu keruangangkasaan. Para pemateri disusul peserta forum menandatangani deklarasi tersebut secara bergantian.
Acara ini ditutup dengan mengelilingi wahana terbaru Sky World. Wahana tersebut menyediakan mini planetarium, arena foto ala ruang angkasa, museum mini dan kelas yang memutar film tentang astronomi dan antariksa.