Egois atau Altruistik Mencerminkan Konektivitas Otak Kita

By , Minggu, 6 Maret 2016 | 20:00 WIB

Sebuah studi tentang interaksi manusia dan motivasi menunjukkan bahwa perilaku altruistik terkait dengan koneksi kuat antara dua bagian dari otak. Selain itu, studi yang sama menemukan bahwa hubungan antara salah satu daerah otak dan daerah ketiga, mempengaruhi alasan mengapa orang memilih untuk bertindak dengan cara yang menguntungkan orang lain. Studi ini juga dapat mengetahui alasan seseorang mementingkan diri sendiri ataupun murah hati.

(Baca : 5 Cara Menjaga Kesehatan Otak Kita)

Dr. Grit Hein dari University of Zurich melaporkan dalam jurnal Sciences bahwa penelitian mereka mencocokkan peserta dengan berpasang-pasangan. Ini dirancang untuk mendorong empati dan timbal balik pada peserta. Kondisi itu dimanipulasi untuk menginduksi perasaan positif satu pasangan (baik empati atau timbal balik), sementara yang lain berperan sebagai pengontrol.

Setengah kasus berjalan, para peserta menyaksikan mitra non-kendali mereka menderita sengatan listrik (empati), sementara di bagian lain non-kontrol mengorbankan uang untuk menyelamatkan peserta yang menerima sengatan listrik (timbal balik).

Hein menggunakan scanner functional magnetic resonance imaging (fMRI) untuk melihat bagian mana dari otak peserta menyala dan intensitas hubungan di antara mereka.

“Kami menemukan tanda perbedaan antara empati dan keputusan yang berbasis timbal balik," kata Hein dalam sebuah pernyataan.

individu egois menunjukkan konektivitas rendah antara anterior cingulate cortex (ACC) dan insula anterior (AI) ketika memutuskan, dibandingkan dengan orang-orang yang murah hati. Ketika orang termotivasi oleh timbal balik, ada konektivitas yang kuat antara AI dan striatum ventral (VS), tetapi daerah ini sedikit kurang terhubung ketika empati mendasari keputusan, dibandingkan dengan bertindak terhadap kontrol.

(Baca pula : 8 Hal Gila yang Dilakukan Cinta Pada Otak Anda)

Eksperimen tim dapat menawarkan cara untuk mempelajari lebih lanjut tentang motivasi seseorang. Mengamati sinyal antar daerah dapat memberitahu alasan orang memilih tindakan tertentu.

"Dampak dari motif pada interaksi antar daerah otak yang berbeda begitu berbeda secara fundamental, hal ini digunakan untuk mengklasifikasikan motif seseorang dengan akurasi yang tinggi," kata Hein.

"Saya berharap, kami dapat melakukan penelitian lainnya di masa depan. Untuk saat ini, hasil kami menunjukkan bahwa konektivitas saraf yang relevan terhadap perilaku sosial (seperti konektivitas antara insula anterior dan korteks cingulate) diubah oleh pengalaman sosial tertentu. Misalnya, dalam kasus orang-orang egois, konektivitas ini meningkat setelah mengalami empati dengan orang lain. Saya berpikir bahwa hasil ini berbicara terhadap penentuan ketat genetik," simpul Hein.