Musim Panas Timur Tengah Terjadi Hingga Akhir Abad ?

By , Rabu, 9 Maret 2016 | 16:00 WIB

Bapak pemanasan global, James Hansen memiliki peringatan yang mengerikan bagi orang-orang yang tinggal di tempat yang panas, Timur Tengah dan daerah tropis lainnya. (Baca : Kontroversi, Studi Baru Mengungkap Adanya Pelambatan Perubahan Iklim)

Pada akhir abad ini, Hensen memprediksi kenaikan suhu yang disebabkan perubahan iklim oleh manusia, akan membuat negara-negara yang sudah mengalami panas pada musim panas akan menjalaninya selama berbulan-bulan.

"Daerah tropis dan Timur Tengah di musim panas berada dalam bahaya, mungkin tidak akan dihuni pada akhir abad, jika emisi masih menggunakan bahan bakar fosil terus menerus menyebabkan suhu lembab mendekati tingkat di mana tubuh manusia tidak mampu untuk mendinginkannya, bahkan dengan ventilasi," jelas Hansen, seorang profesor di Columbia University Earth Institute. Ia menulis dalam makalah terbaru yang diterbitkan bersama dengan rekannya Makiko Sato.

Prediksi Hansen termasuk diantaranya di Afrika Tengah, Asia Tenggara dan Timur Tengah yang penuh akan koflik, akan menderita beberapa efek yang paling merusak dari perubahan iklim. Meskipun secara historis justru mereka menghasilkan emisi karbon lebih sedikit, daripada industri di belahan bumi utara. Amerika Serikat dan Eropa lah yang bertanggung jawab untuk lebih dari seperempat dari semua emisi buatan manusia. China selanjutnya dengan 10 persen.

(Baca pula : Peta Terbaru Tunjukkan Wilayah Paling Rentan Perubahan Iklim)

Apa yang bisa kita lakukan?

Selalu ada harapan! Kesepakatan iklim bersejarah yang tercapai di Paris pada bulan Desember 2015, mungkin tidak memiliki tujuan yang mengikat secara hukum, tetapi mengisyaratkan kepada para pemimpin bisnis dan pembuat kebijakan di seluruh dunia bahwa manusia sudah siap.

Pertama kalinya dalam sejarah negara-negara dunia bersama mengatasi perubahan iklim. Artinya, jika ditetapkan sebuah kerangka kerja untuk beralih ke ekonomi yang rendah karbon, maka semakin banyak perusahaan yang bersumpah beralih dari bahan bakar fosil selama dekade berikutnya. Rencana untuk menumbuhkan kembali hutan dan menyerap karbon di atmosfer telah terbentuk.

Di balik semua itu, tidak ada perubahan berarti dapat terjadi, kecuali pemerintah memberlakukan pajak karbon, metode yang disukai oleh para ekonom untuk mengurangi dampak pemanasan global. (Baca pula : Perubahan Iklim : Hancurkan Tanaman, Sebabkan Setengah Juta Kematian Tahun 2050)

"Pesan keseluruhan bahwa ilmu terkait iklim, memberikan masyarakat, pembuat kebijakan, dan publik pengetahuan bahwa kita memiliki satu masalah darurat yang mengglobal," ujar Hansen.