Banyak cara dilakukan oleh warga untuk dapat menikmati Gerhana Matahari, Rabu (9/3/2016). Tanpa kacamata khusus gerhana, berbagai benda digunakan agar bisa menyaksikan fenomena langka ini.
Dari Jalan Letjen Soeprapto di Balikpapan, Kalimantan Timur, Wanti mengintip Gerhana Matahari dari balik sobekan bungkus snack. Plastik mengkilat itu dibolongi dan diletakkan di depan matanya.
"Melihat orang-orang pakai apa saja sebagai pelindung mata saat menatap matahari, menjadikan saya terpikir cara ini," kata Wanti.
(Baca: Antusias Saksikan Gerhana Matahari Total, Warga Balikpapan Padati Pantai)
Sejak jauh hari, Wanti mendapatkan informasi bahwa mengintip Gerhana Matahari dari balik bahan yang mengandung aluminium terbilang aman. "Saya memang tidak membawa kacamata gerhana," katanya.
Selain Wanti, warga di sana juga memanfaatkan benda-benda seadanya karena tak punya kacamata standar gerhana. Ada yang menggunakan kertas karton berlubang. Ada juga ada yang menggunakan filter berupa selendang bahkan label minuman air mineral.
Warga lain, Dini, membeli kacamata las ukuran 11. "Yang saya pakai untuk memandang gerhana saja pelindung diri tukang las, yang tidak lebih dari 30 detik," katanya.
(Simak: Warga Belitung Timur Berebut Kacamata Gerhana)
Wanti dan Dini adalah sebagian kecil dari ratusan warga Balikpapan yang tumpah ruah menyaksikan Gerhana Matahari dari tepi Pantai Kilang Mandiri. Mereka sudah berada di sana sebelum pukul 06.00 WIB. Kebetulan cuaca di Balikpapan pagi ini nyaris tanpa awan bahkan terasa begitu panas dan bikin gerah.
Kondisi itu membuat gerhana bisa terlihat dengan baik. Gerhana dimulai pukul 07.25. Saat itu bulan tampak menutup matahari secara perlahan dari bagian atas matahari.
(Baca juga: Saksikan Gerhana Matahari Total, Ibu Ini Pakai Floppy Disk Tua)
Prosesi bulan menutup matahari terbilang lama. Hampir satu jam kemudian, Gerhana Matahari total terjadi. Warga pun tampak gembira menyambut fenomena itu apalagi saat terciptanya puncak gerhana selama 1 menit 9 detik. Sampai-sampai, warga lupa menyediakan filter untuk mata mereka.
"Bahkan ada yang memandang pakai mata telanjang. Saya jadi prihatin. Apa karena sosialisasinya kurang ya," kata Dini.