Dalam bulan-bulan terakhir 2015, Indonesia dan wilayah sekitarnya tercekik kabut asap dari krisis kebakaran hutan yang parah. Pada awal November, total emisi dari kebakaran ini diperkirakan sudah melebihi emisi bahan bakar fosil tahunan Jepang.
Secara keseluruhan pada tahun 2015, sekitar 130.000 titik api terdeteksi di hampir seluruh pelosok negeri dan banyak diantaranya ditemukan di dalam konsesi perkebunan. Namun, bukanlah suatu hal yang mungkin dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk mengetahui dengan benar konsesi mana yang menyebabkan atau terdampak kebakaran, mengingat data kepemilikan lahan yang dirahasiakan. Tanpa adanya data peta penguasaan tanah, perjuangan masyarkat Indonesia untuk menganalisa penyebab dari kebarakan dan membantu mencegah berulangnya bencana terasa sia-sia.
Oleh karena itu, Greenpeace Indonesia berinisiatif untuk meluncurkan peta digital online yang dapat membantu masyarakat untuk memantau kebakaran lahan dan deforestasi yang sedang terjadi. Peta online ini merupakan peta pertama yang hadir di Indonesia dan memperlihatka secara lengkap siapa pemilik lahan yang terdeteksi api secara lengkap.
"Setelah kebakaran, Presiden Joko Widodo mengumumkan rencana pemerintah dalam perlindungan dan pemulihan kawasan hutan yang terancam rusak. Greepeace Indonesia meluncurkan peta interaktif 'Kepo Hutan' untuk mendukung terwujudnya komitmen kuat Presiden. Peta Interaktif 'Kepo Hutan' adalah sebuah peta yang memberi keleluasaan bagi masyarakat luas untuk melihat informasi terperinci konsesi perusahaan dan bagaimana keterkaitannya terhadap lahan gambut, titik-titik api, dan peringatan deforestasi," Jelas Teguh Surya selaku jurukampanye Greenpeace Indonesia.
Keterbukaan yang telah dijanjikan oleh pemerintahan Jokowi dalam Nawacita yang merujuk pada satu peta (One Map) merupakan kebutuhan yang mendesak dan hingga saat ini belum terpenuhi. Bencana asap kembali terulang, terutama di provinsi Kalimantan Timur dan juga Riau yang saat ini sudah memasuki tahap siaga darurat kabut asap . Greenpeace membuka peluang informasi One Map yang tersedat tersebut untuk membuat publik dapat turut membantu mencegah bencana kebakaran berulang dengan memantau titik-titik api pada hutan gambut, tambah Teguh.
Peta interaktif ini dirancang menggunakan teknologi open source Global Forest Watch dan peta ini juga peta pertama yang menyediakan kumpulan data komperensif dari perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri dan pengusahaan kayu alam, serta izin pertambangan batubara.
Greepeace telah mengumpulkan data konsesi dari berbagai sumber, termasuk peta dalam bentuk cetak dan PDF, kemudian didigitalisasi menjadi peta yang dapat digunakan dalam analisis geospasial (format Shapefile). Selain titik api, peta milik Greenpeace ini juga memiliki data-data yang terdapat dalam satu platform seperti jenis tutupan hutan,kedalaman gambut, deforestasi serta penyebaran habitat orang utan dan harimau.
"Platform peta baru ini akan mengungkap banyak hal tentang tata kelola hutan Indonesia yang belum sepenuhnya terbuka. Transparansi merupakan bukti pemerintahan yang akuntabel dan dapat memberantas korupsi. Jika saat ini semua orang mendapat akses informasi untuk melihat dari siapa saja hak atas hutan dialihkan, dan kepada siapa hak itu diberikan, peta-peta ini akan mampu mencegah kerugian sumber daya negara yang timbul dari korupsi dalam konsesi dan meningkatkan kepatuhan dalam tata kelola lahan," kata Bambang Widjojanto selaku penasihat hukum kebijakan publik dan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam acara peluncuran Peta Kepo Hutan.
Dengan dukungan fitur terbaru, Peta Kepo Hutan Greenpeace akan membantu publik untuk mengunduh data dengan format shapefile yang akan sangat membantu organisasi-organisasi masyarakat dan peneliti melakukan analisis spatial. Data yang tersedia dalam platform Kepo Hutan termasuk peringatan deforestasi untuk Kalimantan yang pertama kali menunjukkan kawasan tutupan hutan yang berkurang dengan resolusi yang sangat tinggi.
"Masyarakat memiliki hak atas informasi geospasial komprehensif dalam format yang paling dibutuhkan untuk memudahkan analisis dan pemantauan. Tidak perlu seseorang masuk dalam proses hukum dan menunggu hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun lamanya hanya untuk mendapatkan akses data. Pemerintah yang terbuka seharusnya menyediakan akses yang transparan untuk seluruh data, semua orang,kapanpun," tambah Bambang Widjojanto.
Dengan peluncuran platform Peta Kepo Hutan, Greepeace berharap kedepannya peta tersebut dapat membantu pengawasan secara demokratis, meminta pertanggungjawaban perusahaan atas kebakaran yang telah menghancurkan negara, mendorong pelaku lain khususnya pemegang konsesi perkebunan untuk maju dan mempublikasikan peta mereka sendiri dan menetapkan standar untuk inisiatif pemerintah terhadap Satu Peta.