Wiraswasta \'Hijau\' Ubah Sampah Plastik Jadi Bahan Bakar

By , Rabu, 23 Maret 2016 | 14:00 WIB

Hamidi, seorang "wiraswasta hijau" muda, sangat prihatin dengan meluapnya sampah kota Jakarta sehingga ia mulai mengubah plastik bekas menjadi bahan bakar. (Baca : Menciptakan Solusi Alternatif Daur Ulang Sampah Plastik)

"Awalnya saya hanya ingin memulai usaha," ujar Hamidi, yang memulai inisiatif sampah menjadi energinya setahun lalu di Tangerang.

"Namun seiring proses saya belajar mengenai meningkatnya masalah sampah di lingkungan dan saya pikir ini masalah yang harus diselesaikan," katanya. 

Ia adalah satu suara diantara hanya sekelompok kecil individu dan LSM yang telah mengambil langkah mengolah sampah dan mendesak pemerintah daerah untuk membantu mendanai proyek-proyek serupa. 

Hamidi mendaur ulang 25 kilogram sampah setiap hari dengan membakar plastik dan melakukan distilasi uap yang dihasilkan menjadi bahan bakar cair. Sebagian besar rumah tangga di Jabodetabek tidak mendaur ulang sampahnya atau dilayani oleh pemulung yang mengambil sampah untuk dijual ke pabrik daur ulang.

Saat ini Indonesia termasuk penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Di Jabodetabek saja, dengan lebih dari 10 juta penduduk, sampah yang terkumpul dapat memenuhi beberapa lapangan sepak bola setiap hari.

Tempat pembuangan sampah di pinggir kota menerima lebih dari 6.000 ton sampah dari Jakarta setiap hari, namun fasilitas-fasilitas pengolahan sampah kesulitan mengejarnya, sehingga sampah menggunung dan menimbulkan risiko untuk lingkungan hidup dan kesehatan.

Dengan meningkatnya masalah sampah di Jakarta dan kota-kota lain akibat kekurangan tempat, pemerintah pusat berencana membuka sektor pengelolaan sampah untuk investasi asing.

Para ahli mengatakan langkah tersebut dapat membawa teknologi dan keahlian baru yang diperlukan. (Baca pula : Mendaur Ulang Puntung Rokok Menjadi Plastik)

Bulan lalu, pemerintah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan toko-toko di beberapa kota untuk menjual kantong plastik untuk pelanggan. Namun dengan harga hanya Rp 200 per kantong, hal itu sepertinya tidak akan jadi pencegah yang efektif.

"Pemerintah melakukan upaya terlalu sedikit tidak hanya dengan plastik, tapi juga dengan pengelolaan sampah secara umum," ujar Marco Kusumawijaya dari Rujak Center for Urban Studies di Jakarta.

"Kantong-kantong plastik harus betul-betul dilarang pada titik ini.. dan pemerintah seharusnya memungkinkan inisiatif-inisiatif skala kecil untuk diperbesar," tambahnya.