Nationalgeographic.co.id—Pada Juni 2018, teleskop di seluruh dunia menangkap kilatan biru cemerlang dari lengan spiral galaksi CGCG 137-068 yang berjarak 200 juta tahun cahaya. Ledakan kuat ini pada awalnya tampak sebagai supernova, meskipun jauh lebih cepat dan jauh lebih terang daripada ledakan bintang yang pernah dilihat para ilmuwan.
Uniknya, sinyal, yang secara prosedural diberi label AT2018cow tersebut mendapat julukan sebagai “Cow” atau "Sapi", dan para astronom telah mengatalogkannya sebagai transien optik biru cepat, atau FBOT—yaitu peristiwa cerah berumur pendek yang tidak diketahui asalnya.
Kini tim yang dipimpin oleh MIT telah menemukan bukti kuat untuk sumber sinyal tersebut. Selain kilatan optik yang terang, para ilmuwan mendeteksi pulsa sinar-X berenergi tinggi seperti strobo. Mereka menelusuri ratusan juta pulsa sinar-X seperti itu kembali ke ‘Sapi’, dan menemukan pulsa terjadi seperti jarum jam, setiap 4,4 milidetik, selama rentang 60 hari.
Berdasarkan frekuensi pulsa, tim menghitung bahwa sinar-X pasti berasal dari objek berukuran lebar tidak lebih dari 1.000 kilometer, dengan massa lebih kecil dari 800 matahari. Menurut standar astrofisika, objek seperti itu akan dianggap kompak, seperti lubang hitam kecil atau bintang neutron.
Temuan mereka, yang diterbitkan di jurnal Nature Astronomy pada 13 Desember 2021 berjudul Evidence for a compact object in the aftermath of the extragalactic transient AT2018cow, menyatakan bahwa AT2018cow kemungkinan adalah produk dari bintang sekarat yang, saat runtuh, melahirkan objek kompak dalam bentuk lubang hitam atau bintang neutron. Objek yang baru lahir ini terus melahap materi di sekitarnya, memakan bintang dari dalam—sebuah proses yang melepaskan ledakan energi yang sangat besar.