Sebuah studi baru menemukan alasan mengapa seseorang yang mengalami mimpi buruk memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. Penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi korelasi positif antara mimpi buruk dan kecenderungan untuk bunuh diri, namun proses psikologis perantara yang menghubungkan kedua fenomena ini masih keruh.
(Baca : Mencegah Keinginan Seseorang untuk Bunuh Diri)
Menurut studi terbaru, orang yang mengalami mimpi buruk secara reguler, 2,61 kali lebih mungkin melakukan bunuh diri, dibandingkan mereka yang secara tidak teratur mengalami mimpi mengganggu. Beberapa teori telah diajukan menjawab hal ini, banyak yang didasarkan pada suatu model Cry of Pain untuk bunuh diri.
Gagasan tersebut mengarahkan seseorang untuk melakukan bunuh diri, diawali dengan rasa kekalahan, kemudian peristiwa kehidupan traumatis yang menyebabkan perasaan terjebak tidak dapat memperbaiki situasi mereka, dan berpuncak pada suatu keputusasaan.
(Baca juga : Buku Mewarnai Dewasa, Bisnis Besar dan Pelepas Stres)
Peneliti dari University of Manchester dan Oxford University mengadopsi model ini untuk menyelidiki cara mimpi buruk berulang mengaktifkan jalur Cry of Pain. Hasil akhirnya dapat mengidentifikasi hubungan antara mimpi buruk dan kecenderungan bunuh diri.
Investigasi mereka dipublikasikan dalam Journal of Clinical Sleep Medicine, melibatkan 91 orang yang didiagnosis dengan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Sekitar 90 persen dari penderita PTSD mengalami mimpi buruk biasa pada fase akut setelah trauma. Para peneliti menggunakan serangkaian kuesioner psikologis ilmiah yang telah disetujui untuk mengukur frekuensi dan intensitas mimpi buruk, serta sejauh mana kecenderungan bunuh diri peserta. Terakhir, kuesioner dievaluasi lebih lanjut terhadap seluruh perasaan akan kekalahan, jebakan, dan keputusasaan.
Hasil menegaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara mimpi buruk dan bunuh diri. Sejumlah 62 persen peserta yang mengalami mimpi buruk di bulan sebelumnya, memiliki pikiran untuk bunuh diri, dibandingkan 20 persen dari mereka yang tidak memiliki mimpi buruk selama periode tersebut.
(Baca pula : Terlalu Bahagia Dapat Sebabkan Sindrom Patah Hati)
Berdasarkan temuan ini, para peneliti merekomendasikan kepada para dokter untuk memantau penderita PTSD dengan ketat, termasuk tanda-tanda mengalami mimpi buruk berulang.