Perang, selamanya hanya akan memberikan kerugian, baik untuk manusia maupun alam sekitar, termasuk hewan. Di Afrika, perang sipil Kongo ternyata memberi dampak besar terhadap menurunnya populasi gorila di sana.
Sebuah laporan terbaru menyebutkan bahwa populasi gorila Grauer—gorila endemik Kongo—mengalami penurunan sebanyak 77% sejak 1998. Dan kalian, seperti dilansir TIME, penerunan ini disebabkan oleh perang sipil yang terjadi di Republik Demokratik Kongo yang tak berkesudahan dan entah akan berakhir kapan.
(Baca juga: Gorila pun Ingin Langsing)
Menurut Washington Post, saat ini, kurang dari 3.800 gorila hidup di alam liar—angka ini turun 77% dari 17 ribu pada 1998. Laporan ini didasarkan pada laporan yang diterbitkan oleh Wildlife Conservation Society, Flora and Fauna International and the Congolese Institute for the Conservation of Nature.
Perang saudara, tulis TIME, dan kemunculan kamp pertambangan dan maraknya kegiatan berburu untuk memberi makan para penambang, telah berkontribusi terhadap penurunan populasi hewan yang terancam punah ini. Lebih lanjut, laporan tersebut juga menawarkan rekomendasi supaya pengaturan pertambangan digalakkan. Selain itu, rekomendasi juga berisi harapan untuk membuat kawasan hutan lindung baru, yang ramah untuk para gorila tersebut.
(Baca juga: Pesan Menggugah Gorila Koko untuk Manusia: Benahi Bumi, Segera!)
“Kecelakaan dalam populasi gorila adalah konsekuensi dari tragedi kemanusiaan yang terjadi di RDK bagian timur,” tulis co-author Jefferson Hall, dalam laporan tersebut. “Kelompok bersenjata meneror orang yang tidak bersalah dan membagi rampasan perang tanpa memperhatikan kondisi alam dan lingkungan sekitar.”
(Baca juga: Seekor Gorila Tak Sengaja Bunuh Diri)
Tak hanya gorila Grauer, gorila gunung juga terkena dampak dari konflik yang berkepanjangan ini. Menurut Post lagi, saat ini, kurang dari 700 spesies, dan subspesies terkait, hidup di alam liar. Dan ini adalah kondisi yang memprihatinkan.