Kecanduan Kopi Hancurkan Hutan Tropis Bumi

By , Rabu, 20 April 2016 | 09:00 WIB

Lonjakan permintaan terhadap minuman berkafein ternyata dapat mempercepat perubahan iklim yang merusak. Produsen akan menebang beberapa hutan tropis yang tersisa untuk meningkatkan hasil lahan pertanian. Hal ini dipaparkan dalam sebuah laporan oleh Conservation International.

Kopi tumbuh di negara tropis dekat khatulistiwa, seperti Indonesia, Brazil dan Uganda. Negara-negara tersebut memiliki hutan lebat dengan keanekaragaman hayati, menyediakan air segar, dan menyimpan berton-ton karbon.

Petani memperluas lahan mereka dengan menebang pohon-pohon di hutan dan melakukan pembakaran pada semak-semak padat. Dampaknya, karbon dilepaskan ke atmosfer, yang memerangkap gas lainnya dan memanaskan planet ini. Selanjutnyaa, deforestasi akan terjadi, hutan menyerap lebih banyak polutan yang menyebabkan pemanasan global. Pada akhirnya semua akan hancur, karena mereka melepaskan emisi lebih banyak dan mempercepat laju perubahan iklim.

Lebih buruk lagi, siklus tersebut mengabadikan diri. Seperti perubahan iklim memburuk, mengakibatkan jumlah lahan pertanian yang cocok untuk pertumbuhan kopi menyusut. (Baca : 3 Fakta Seputar Kopi)

Kekuatan pasar yang mendasari semua ini adalah meroketnya permintaan kopi. Laporan tersebut memprediksi jika petani kopi mungkin harus memproduksi tiga kali lipat pada tahun 2050 untuk memenuhi perkiraan permintaan saat ini. Berdasarkan laporan tahun lalu oleh Organisasi Kopi Internasional dperkirakan bahwa permintaan kopi melonjak 25 persen dalam lima tahun ke depan.

Pertimbangkan dua peta di bawah ini. Segmen biru, merah dan kuning gelap mewakili daerah hutan di mana beberapa jenis kopi dapat tumbuh di Brazil pada tahun 2010.

Warna hijau gelap merupakan hutan yang tidak cocok untuk pertumbuhan kopi. Warna berbeda mewakili daerah jenis kopi tertentu (seperti Arabica atau Robusta) dapat tumbuh. (CONSERVATION INTERNATIONAL)

Sekarang melaju cepat ke pertengahan abad. Pada tahun 2050, sebagian besar lahan pertanian untuk biji kopi Arabika, diwarnai dengan biru muda, diperkirakan akan surut. Lahan pertanian untuk Robusta, diwarnai dengan merah muda, hampir menghilang.

Perubahan terjadi hanya dalam kurun waktu 40 tahun. (CONSERVATION INTERNATIONAL)

"Idealnya, tanaman akan mengembangkan varietas baru menyesuaikan dengan kondisi yang lebih keras di masa depan, sementara, secara bersamaan, meningkatkan produktivitas. Itu adalah harapan yang tinggi, tetapi bukan tidak mungkin, " kata Tim Killeen, penulis utama laporan tersebut dalam sebuah pernyataan. "Jika hal itu tidak terjadi, maka produksi kopi akan bergeser ke lanskap dengan kondisi serupa daerah yang ditumbuhi kopi hari ini."

Hutan tropis saat ini mencakup 60 persen tanah di seluruh dunia yang dapat digunakan untuk produksi kopi. Pada tahun 2050, sebanyak 20 persen dari lahan yang cocok untuk menanam kopi akan menurun, karena masuk dalam batas-batas kawasan lindung. Itu berarti petani harus menghasilkan lebih banyak kopi, namun dengan tanah kurang, atau mulai membersihkan lahan baru yang tumbuh. Konsevasi internasional menyebut Andes, Amerika Tengah dan Asia Tenggara sebagai daerah paling memprihatinkan.

(Baca pula : Seruput Segera Kopi Anda, Wahai Para Pecinta Kopi)

Tentunya selalu ada harapan. Beberapa penjual kopi terbesar dunia, seperti Nestle dan Starbucks, mulai meningkatkan rantai pasokan mereka untuk meningkatkan hasil petani dengan praktek yang lebih berkelanjutan. Upaya tersebut mesti ditingkatkan, kecepatan dari deforestasi dan perubahan iklim dapat menggagalkan kemajuan yang telah dibuat.