Tim internasional membuat penemuan ini dalam ekspedisi membanggakan ke Amazon, di mana air tawar sungai bermuara ke Samudera Atlantik dekat timur laut Brazil. Penemuan ini diterbitkan dalam jurnal Science Advances.
Patricia Yager, seorang profesor oseanografi dan perubahan iklim dari University of Georgia mengatakan bahwa tujuan utama dari perjalanan ini adalah untuk meneliti bagaimana bulu-bulu mempengaruhi cara laut menyerap karbon dioksida. Namun salah satu ilmuwan ekologi terumbu dalam tim, Rodrigo Moura mempunyai ide lain.
"Ia menarik keluar penelitian dari tahun 1977, mengatakan para peneliti telah berhasil menangkap beberapa ikan yang menunjukkan keberadaan terumbu. Moura berkata, 'Mari kita lihat apakah kita dapat menemukan ini,' " papar Yager.
Naluri Moura benar. Para peneliti menggunakan sonar untuk mencari tahu daerah mana yang ingin diselidiki lebih dekat, dan mengeruk sampel dari dasar laut. Mereka percaya karang, yang terletak di kedalaman antara 164 – 329 kaki, mencakup sekitar 5.900 mil persegi.
"Kami menemukan hewan paling menakjubkan dan berwarna-warni dari yang pernah saya lihat di sebuah ekspedisi," kata Yager. Hewan-hewan tersebut termasuk kipas laut, berwarna cerah, spons berwarna kuning dan merah, karang berwarna merah muda yang berkulit ganggang.
Para ilmuwan terkejut menemukan karang berkembang di daerah tanpa cahaya dan rendahnya tingkat oksigen. "Kami menemukan sebuah karang di mana buku-buku pelajaran mengatakan keberadaannya tidak mungkin di sana," kata rekan penulis studi, Fabiano Thompson pada National Geographic.
Studi ini diterbitkan untuk mengeksplorasi hubungan antara gerakan sungai dan karang, dan bagaimana karang bergerak dari satu lokasi ke lokasi berikutnya.
"Di kedalaman jauh ke selatan, akan lebih banyak paparan cahaya, sehingga banyak binatang dan terumbu karang khas dapat berfotosintesis untuk makanan," kata Yager. "Tapi saat Anda berpindah ke utara, banyak dari mereka menjadi kurang berlimpah.”
Para peneliti telah mengumpulkan sampel lebih dari penduduk karang sejak tahun 2012, termasuk bintang ular laut, spons besar dan 73 spesies ikan yang beragam. Namun, arus yang kuat dan air berlumpur telah mencegah peneliti menyelam ke bawah untuk melihat karang secara langsung.
Penemuan ini dipublikasi bersamaan dengan laporan menyedihkan tentang 93 persen dari Great Barrier Reef di lepas pantai Australia hampir mati.
Tak dipungkiri, karang Amazon juga mungkin dalam bahaya, terutama dari eksplorasi minyak industri. Pemerintah Brazil telah menjual sejumlah besar lahan kepada perusahaan untuk eksplorasi minyak, beberapa di antaranya meliputi karang.
"Dari pengasaman laut dan pemanasan laut hingga rencana eksplorasi minyak lepas pantai, seluruh sistem beresiko dari dampak manusia," kata Yager.