Deoksigenasi Mengancam Lautan Dunia

By , Senin, 2 Mei 2016 | 16:00 WIB

Seharusnya tidak mengejutkan bahwa aktivitas manusia menyebabkan lautan memanas, air permukaan naik dan menjadi asam. Namun, dampak yang sama mengganggunya dari perubahan iklim adalah bahwa ia juga merampok oksigen lautan.

Sementara deoksigenasi laut dianggap stabil, sebuah studi baru yang dipimpin oleh Matthew Long, seorang ahli kelautan di Pusat Penelitian Atmosfer Nasional, menemukan bahwa perubahan iklim menjadi penyebab menghilangnya oksigen. Ini sudah terdeteksi di petak tertentu laut dan kemungkinan akan meluas pada tahun 2030 atau 2040.

Long mengatakan bahwa lautan yang kekurangan oksigen mungkin memiliki dampak signifikan terhadap ekosistem laut dan membuat beberapa wilayah laut tidak dapat dihuni oleh spesies tertentu. (Baca : Plastik di Lautan akan Lebih Banyak dari Jumlah Ikan pada Tahun 2050)

Beberapa makhluk laut, seperti lumba-lumba dan ikan paus, mendapatkan oksigen mereka dari permukaan. Hal berbeda bagi ikan dan kepiting, spesies tersebut bergantung pada oksigen yang masuk dari atmosfer atau dilepaskan oleh fitoplankton melalui fotosintesis. Namun, selama permukaan laut memanas, menyebabkan oksigen yang terserap kurang. Lebih parah lagi, oksigen dalam air hangat menjadi kurang padat dan sulit beredar ke perairan yang lebih dalam.

Peneliti menerbitkan hasil penelitian mereka dalam jurnal biogeokimia Siklus Global. Long dan timnya menggunakan simulasi untuk memprediksi deoksigenasi laut hingga tahun 2100.

Deoksigenasi karena perubahan iklim sudah terdeteksi di beberapa bagian laut. Penelitian terbaru dari NCAR menemukan bahwa deoksigenasi kemungkinan akan meluas hingga tahun 2030 dan 2040. 

Bagian laut lainnya yang berwarna abu-abu, tidak terdeteksi mengalami kehilangan oksigen akibat perubahan iklim bahkan pada tahun 2100. (NCAR)

(Baca pula : Kasus Kematian 337 Paus di Chile Menguak Fakta Menyeramkan tentang Lautan)

Pada tahun 2030 atau 2040, menurut penelitian, deoksigenasi akibat perubahan iklim akan terdeteksi di petak besar Samudera Pasifik, termasuk daerah sekitarnya Hawaii dan lepas Pantai Barat daratan AS. Daerah lain masih memiliki lebih banyak waktu. Di laut dekat pantai timur Afrika, Australia, dan Asia Tenggara, misalnya, deoksigenasi yang disebabkan oleh perubahan iklim masih belum jelas akan terjadi pada tahun 2100.