Kasus pemerkosaan dan pembunuhan seorang siswi SMP di Bengkulu berinisial YN (14) menimbulkan reaksi keras dari banyak elemen masyarakat.
Sebanyak 118 organisasi masyarakat sipil mendesak Pemerintah Joko Widodo untuk segera bertindak dalam merespons kasus kekerasan tersebut karena dinilai sebagai kondisi darurat nasional.
Aktivis dari Organisasi Perempuan, Mahardika, Lathiefah Widuri Retyaningtyas mengatakan, Pemerintah harus bertanggung jawab dengan segera membentuk payung hukum untuk mencegah dan perlindungan, khususnya bagi perempuan dan anak dari tindak kekerasan seksual.
Tyas mendesak Pemerintah dan DPR untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang saat ini masuk dalam Prolegnas 2016.
"Butuh segera payung hukum untuk kekerasan seksual. Pemerintah harus segera mengesahkan RUU PKS, jika semakin ditunda akan semakin banyak korban," ujar Tyas saat jumpa pers di kantor Yayasan Lembaga Hukum Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (3/5/2016).
Tyas menuturkan, Kasus yang menimpa YN di Bengkulu menunjukkan bahwa siapapun dapat menjadi korban dan pelaku kekerasan.
Kekerasan pun bisa terjadi di mana saja, bahkan di tempat-tempat yang dianggap aman.
Dia pun menganggap instrumen hukum yang digunakan dalam menangani kekerasan seksual melalui pasal pencabulan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak mampu menjadi solusi yang efektif.
Terbukti dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2016, kasus kekerasan seksual naik menjadi peringkat kedua dari keseluruhan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Bentuk kekerasan seksual tertinggi pada ranah personal adalah perkosaan, yakni sebanyak 2.399 kasus.
Oleh karena itu, Tyas memandang perlunya sebuah payung hukum yang berperspektif terhadap korban dan tidak menempatkan korban (perempuan) sebagai pihak yang disalahkan.
"Negara harus bertanggungjawab karena kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat. Salah satunya dengan RUU PKS karena diatur lebih detail penanganan kasus kekerasan seksual dan tentunya berpihak pada korban," kata dia.
Lebih lanjut, Tyas menekankan saat ini masyarakat luas memiliki tanggung jawab untuk membangun solidaritas antikekerasan seksual dan terus mengkampanyekan bahwa perempuan memiliki hak atas tubuhnya untuk terhindar dari berbagai bentuk kekerasan seksual.
"Melawan kekerasan terhadap perempuan harus digalakan karena perempuan punya hak atas tubuhnya," kata Tyas.