Tak jauh dari replika SD Muhamadiyah, berdiri Museum Kata Andrea Hirata. Tak sulit mencari tempat ini, tembok dan pagar yang di cat warna-warni akan menarik siapapun yang lewat didepannya. “Indonesia First Literary Museum” itu lah yang banyak tertulis di tembok bangunan, seperti ingin mengukuhkan bahwa ini berupakan museum sastra pertama di Indonesia.
“Museum kata Andrea Hirata -Andrea Hirata Words Museum- dimaksudkan untuk melestarikan nilai pendidikan Laskar Pelangi dan menyebarkan inspirasi yang sangat besar serta bermanfaat yang ada dalam novel laskar pelangi” tulis keterangan yang terpajang di dinding Museum.
Museum Kata didirikan pada tahun 2010 oleh Andrea Hirata, penulis novel Laskar Pelangi dan serialnya. Tak ayal jika ruangan-ruangan di museum ini pun diberi nama sesuai dengan tokoh dalam novel tersebut. Ruang Mahar, Ikal dan Lintang masing-masing memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan karakter mereka.
Tak hanya, memorabilia mengenai tokoh yang ada dalam novel laskar pelangi, museum yang beralamat di Jalan Laskar pelang No. 7, Gantong, Belitung Timur ini juga menyimpan banyak memorabilia mengenai Andrea Hirata dan karya-karyanya serta catatan penulis lain. Kutipan-kutipan tersebar diseluruh ruangan mengajak pengunjung untuk memasuki dunia sastra lewat cara yang menyenangkan.
Ada pula tampilan-tampilan dari cerita pendek karangan Andrea Hirata yang tak pernah diterbitkan. Salah satu cerita yang menarik perhatian adalah cerita mengenai Buaya Buntung yang dipasang dinding ruang utama museum yang berbentuk rumah ini.
Pada salah satu ruangan terdapat kumpulan cover buku seri Laskar Pelangi yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sebuah meja memajang beragam cendera mata, piagam dan plakat dari berbagai instansi sebagai apresiasi bagi sang pujangga yang telah berbagi cerita di acara-acara mereka.
Ruangan lain menyimpan benda-benda masa kecil Andrea Hirata serta beberapa benda milik keluarganya, seperti mesin jahit milik ibunda Andrea. Terdapat pula sudut yang konon menjadi ruangan khusus si pujangga untuk menghasilkan karya. Rumah masa kecil Andrea Hirata sendiri berada tak jauh dari lokasi museum ini, tak heran kemudian nama jalan di lokasi ini pun berubah menjadi Jalan Laskar Pelangi seiring dengan makin terkenalnya cerita dan sang pujangga tersebut.
Cerita mengenai sang pujangga begitu lekat terasa, maklum saja menurut keterangan yang terpampang, Museum ini dipersembahkan kepada kedua orang tua Andrea Hirata yaitu sang Ibunda, N.A Masturah Seman dan Ayahnya, Seman Said Harun.!break!
Sebuah dapur sederhana berdiri dibelakang bangunan utama, tempat para pengunjung bisa memesan dan menikmati kopi Manggar khas Belitung Timur. Kopi Kuli, begitu tulisan yang terpampang di dinding yang menjadi latar deretan tungku pemanas teko. Bagi yang bukan peminum kopi, tak perlu khawatir karena ada lupa kantin kecil yang juga menjual camilan khas Balitung. Di ruangan ini juga pengunjung bisa membeli buah tangan fenomenal dari Belitung, yaitu batu satam. Sebuah etalase menampilkan jejeran batu yang dianggap sebagai meteor ini. Untuk Cenderamata yang berkaitan dengan museum, pengunjung justru akan menemukannya dibagian depan rumah yang menjandi bangunan utama.
Lebih jauh memasuki area Museum, terdapat bangunan yang mengelilinginya dan kebanyakan berbentuk aula atau ruangan lapang. Ruangan-ruangan ini biasa dipakai untuk berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penulisan dan tak lupa ruangan pun dihias dengan kutipan-kutipan yang diambil dari berbagai buku.
“Museum ini akan pula menjadi media ekspresi sastra, seni, pusat belajar (learning center), media pelestarian serta representasi budaya dan arsitektur lokal sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia,” keterangan ini disampaikan pada penjelasan mengenai Museum ini.
Beragam instalasi pun dipasang untuk menambah meriah suasana. Saat saya berkunjung, sebuah instalasi berbentuk kurcaci dalam ukuram besar terpasang di halaman depan museum. Instalasi ini terinspirasi dari novel Gulliver’s Travels karya penulis Irlandia, Jonathan Swift yang dirilis pada 1726.
Saya melangkahkan kaki lebih jauh lagi menuju belakang bangunan utama. Dibalik sebidang kebun kecil, Saya menemukan replika SD Muhamadiyah tempat Andrea Hirata bersekolah. Replika ini tak sebesar yang saya kunjungi sebelumnya dan bagi saya justru terlihat sedikit suram, mungkin karena letaknya di pojok belakang kawasan Museum.
Museum Kata, seperti namanya banyak menyimpan kata yang dirangkai menjadi cerita. Setidaknya bagi sang pujangga.