Tingkat Aborsi Tetap Tinggi di Negara Miskin, Rendah di Negara Kaya

By , Jumat, 20 Mei 2016 | 09:00 WIB

Tingkat aborsi anjlok di negara maju, tetapi di negara-negara berkembang, justru banyak aborsi yang tidak aman terjadi dengan tingkat yang naik. (Baca : Kontroversi Aborsi untuk Mencegah Infeksi Zika)

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis Lancet juga menemukan bahwa memaksakan hukum dengan membatasi tindak aborsi hanya berdampak sedikit pada penurunan tingkat aborsi. Hukum tersebut justru memaksa orang untuk melakukan cara aborsi yang tidak aman, sembunyi dari hukum.

Para peneliti menemukan bahwa 56 juta aborsi dilakukan secara global setiap tahun di kalangan wanita berusia 15 sampai 44 tahun, dan bahwa sekitar satu dari empat kehamilan berakhir dengan aborsi.

Hasil tersebut menyoroti kurangnya akses pada metode kontrasepsi modern di negara-negara miskin. (Baca pula : Kelahiran dan Aborsi AS Mencapai Tingkat Terendah.)

"Di negara-negara berkembang ... pelayanan keluarga berencana tampaknya menjaga dengan meningkatnya keinginan untuk memiliki keluarga kecil," kata Gilda Sedgh, yang memimpin penelitian di Institut Guttmacher di Amerika Serikat.

Studi ini juga menemukan bahwa hampir 75 persen dari aborsi dilakukan oleh wanita yang sudah menikah. (Baca juga : Aborsi, Pilihan Kaum Muda Tanpa Bekal Informasi)

Tingkat aborsi di negara-negara kaya turun antara tahun 1990 dan 2014. Terjadi sekitar 46 aborsi per 1.000 perempuan di tahun 1990, dan 27 aborsi per 1.000 wanita pada tahun 2014. Penurunan ini terutama karena di Eropa Timur ketersediaan alat kontrasepsi. Namun di negara-negara miskin, tingkat aborsi tetap tidak berubah, berada di kisaran 39-37.

Tingkat aborsi tertinggi di dunia dimiliki Karibia, sekitar 65 aborsi per 1.000 wanita. Tingkat terendah berada di Amerika Utara, pada 17. Studi ini juga menemukan bahwa tingkat penghentian serupa dengan negara-negara di mana aborsi adalah legal atau sebaliknya dilarang.