Keistimewaan Sate Maranggi memang tak lagi diragukan. Sate ini memiliki citarasa yang begitu kuat karena bumbu rendaman yang dipakai sebelum sate dibakar. Sehingga tak perlu didukung dengan saus kacang sebagai siraman. Selain itu, Sate Maranggi juga ikut serta di World Street Food Congress, Filipina, dan menjadi salah satu dari delapan jajanan kaki lima favorit dunia versi CNN.
Lantas bagaimana asal usul Sate Maranggi? Tak banyak orang yang tahu, jika Sate Maranggi ternyata memiliki sejarah panjang yang menarik untuk disimak karena memiliki akulturasi dari unsur budaya, agama, serta geopolitik.
Menurut Chef Haryo Pramoe, Sate Maranggi merupakan hasil asimilasi dengan budaya Tiongkok. Haryo sendiri terkenal sebagai koki yang mendalami kuliner Indonesia dan juga pendiri Indonesian Food Channel.
Ia menuturkan Sate Maranggi sebenarnya berasal dari para pendatang dataran Tiongkok yang menetap ke Indonesia khususnya di daerah Jawa Barat atau para pendatang yang hidup di tengah-tengah masyarakat Sunda.
Oleh karena itu, lanjutnya, awalnya Sate Maranggi sebenarnya bukan terbuat dari daging sapi atau kambing seperti sekarang ini, melainkan dibuat dari daging babi. Salah satu indikasi Sate Maranggi berasal dari Tiongkok karena bumbu rempah yang digunakan Sate Maranggi sama persis dengan dendeng babi dan dendeng ayam yang dijual di Hongkong, Tiongkok, dan Taiwan. Kemudian Sate Maranggi bertransformasi.
"Terjadi asimilasi, dimana terjadi perkembangan budaya. Ajaran Islam masuk, banyak penduduk yang belajar Islam dan menjadi mualaf, dijelaskan jika babi haram kemudian berubah menjadi daging sapi. Ini adalah bentuk perkembangan kebudayaan," ungkap Chef Haryo yang pernah memasak Sate Maranggi di World Halal Food Festival di Ning Xia, Tiongkok tahun 2014.
Selain Sate Maranggi, Chef Haryo dan para peneliti serta penulis buku juga mengatakan jika sebenarnya banyak resep makanan di Indonesia yang menyerap resep masakan Tiongkok. Makanan-makanan ini aslinya mengunakan daging babi.
"Ada bakso, bakpao, bakmi, kata 'ba' sebenarnya berasal dari kata babi. Makanan itu sebenarnya sangat mudah menyerap dalam suatu budaya. Tetapi sesuai perkembangan dan ajaran agama Islam yang kuat di Indonesia, makanan juga menyesuaikan. Urusan klaim mengklaim makanan itu sebenarnya sudah berunsur geopolitik," ungkap chef sosoknya tak asing lagi di layar televisi.