Bagaimana Budaya Manusia Membuat Paus Terbunuh

By , Senin, 6 Juni 2016 | 09:00 WIB

Mamalia laut terbesar, yaitu paus menjadi hewan yang sensitif terhadap suara. Pendengaran mereka sangat luar biasa. Sebuah film dokumenter bertajuk Sonic Sea yang ditayangkan di Discovery Channel menunjukkan bagaimana seorang ilmuwan menjelaskan kekagumannya dengan dunia aural tersebut. Sang ilmuwan juga menggambarkan bagaimana budaya kita, manusia, membunuh paus yang nyatanya harus dilestarikan agar habitatnya selalu ada?

(Baca : Bertamu ke "Rumah" Hiu Paus di Teluk Triton)

Seorang ahli bioakustika di Cornell University, Chris Clark, menjelaskan bahwa ketika pertama kali ia menjatuhkan mikrofon ke Samudera Arkik melalui lubang di es pada laut, ia mendengar suara paus dan anjing laut yang berceloteh seakan semua bergerak keluar.

Suara bawah laut yang indah ini nyatanya sedang dihancurkan oleh manusia secara tidak langsung. Beberapa sumber utama dari keributan yang mengancam paus adalah sonar angkatan laut, penambangan minyak dan gas di lepas pantai, serta pelayaran komersial. Bahkan, pemerintah Amerika Serikat sudah berusaha selama bertahun-tahun untuk mengurangi sonar angkatan laut, karena hal ini dapat membunuh paus serta lumba-lumba.

Survei seismik pada penambangan minyak dan gas di lepas pantai melibatkan ledakan udara yang dapat membahayakan kehidupan laut. Pada April lalu, puluhan ilmuwan kelautan meminta pemerintahan Obama menghentikan perizinan eksplorasi minyak dan gas di lepas pantai Atlantik. Kebisingan dapat mengancam kelangsungan paus di Atlantik Utara yang tersisa 500 ekor, dimana menjadi spesies yang terancam punah di dunia.

(Baca pula : Hiu Paus Jadi Atraksi Wisata Baru Khas Gorontalo)

Ada sekitar 60.000 kapal container dalam pelayaran komersial yang melintasi laut. Beberapa paus hidup hingga 150-200 tahun. Menurut Patrick Ramage, direktur program paus untuk International Fund for Animal Welfare, konsumerisme adalah penyebab utama dari pencemaran suara laut. Sekitar 98% produk yang digunakan atau dikonsumsi manusia, berasal dari tempat lain, dimana semuanya datang dengan kapal-kapal.

Penelitian menyebutkan salah satu solusi untuk polusi suara laut adalah dengan membuat desain kapal-kapal yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tidak mengganggu paus. Salah satu kapal angkatan laut yang direncanakan adalah R/V Neil Armstrong, yang selesai pada 2015 dan menjadi bagian dari armada yang dikelola Woods Hole Oceanographic Institution in Massachusetts.

Spesifikasi angkatan laut pertama yang diciptakan untuk mengontrol kebisingan yang terpancar. Intinya, ketika ada paus berjarak satu mil di laut di Negara laut yang moderat, sekitar 6-8 kaki gelombang, maka kapal akan membuat jumlah yang sama kebisingan seperti gelombang.

Setiap bagian kapal dievaluasi terhadap potensi kebisingan. Ada isolasi getaran yang ditempatkan di antara mesin dan pelat dek, semua pipa diisolasi dengan gantungan dan bahan karet, kemudian dek dan shell kapal dilapisi dengan bahan yang meminimalkan transmisi suara melalui air.

Karena ada beberapa persyaratan wajib yang harus dilakukan untuk mengurangi kebisingan di bawah laut oleh kapal komersial, jadi masih dibutuhkan waktu dan dibuktikan bagaimana kapal-kapal tersebut untuk mengadopsi inovasi tersebut.

(Baca juga : Menyeruduk Lawan, Pertahanan Diri ala Paus Sperma)

Nah, itu dia bagaimana budaya kita membunuh paus. Tanpa disadari, kitalah yang berperan atas kerusakan lingkungan bumi.