Beristirahat dalam Damai, Hanako

By , Senin, 30 Mei 2016 | 13:00 WIB

Gajah tertua di Jepang ini dijuluki "gajah kesepian" oleh aktivis kesejahteraan hewan. Hanako biasa ia disapa, akhirnya mati pada usia 69 tahun. (Baca : Kertas dari Kotoran Gajah)

Dilansir dari The Japan Times, Hanako hidup di kebun binatang Inokashira, Tokyo selama 62 tahun. Pada awalnya, Ia merupakan hadiah dari Thailand untuk Jepang pada tahun 1949. Sebelumnya Hanako sempat tinggal di Kebun Binatang Ueno selama lima tahun, kemudia menetap di Inokashira pada tahun 1954.

Hanya saja, tak sampai tahun lalu Hanako mendapat perhatian public internasional, setelah advokat hewan Kanada, Ulara Nakagawa mengunjungi kebun binatang dan menulis posting blogan untuk Medium berjudul " “Hanako the Elephant: 61 Years (and Counting) Alone in a Concrete Prison.” Hanako, gajah tertua di Jepang ini harus pergi untuk selama-lamanya.

Sebelum kematian Hanako, publik digemparkan dengan tulisan Nakagawa yang menuduh kebun binatang mengisolasi Hanako tanpa stimulasi mental atau pengayaan.

"Benar-benar sendirian di kandang semen yang kecil dan tandus, tanpa kenyamanan atau stimulasi yang diberikan, dia (Hanako) hanya berdiri di sana hampir tak bernyawa, seperti patung," tulis Nakagawa.

Gajah adalah hewan yang sangat sosial dan memiliki ikatan keluarga seumur hidup di alam liar.

Pada postingan blog Nakagawa, lebih dari 450.000 orang telah menandatangani petisi untuk Hanako dipindahkan ke tempat perlindungan di Thailand, namun kebun binatang berdalih usia lanjut Hanako, membuatnya tidak memungkinkan untuk dipindahkan.

Para aktivis hewan meminta agar kebun binatang setidaknya menempatkan beberapa tanaman hijau di kandang Hanako, dan mengizinkannya berinteraksi dengan hewan lain. Sebuah kampanye pengumpulan dana yang menghasilkan hampir $ 40.000 dilkukan untuk memperbaiki kehidupan gajah.

Manajer kebun binatang, Hidemasa Hori mengatakan kepada CNN pada Maret bahwa orang yang menandatangani petisi "mereka tidak tahu banyak tentang Hanako." Hori memanggilnya sebagai "gajah pembunuh," mengatakan pernah ada dua kasus, di mana ia menginjak-injak hingga orang tersebut meninggal. Kasus pertama seorang pria mabuk yang memasuki kandang Hanako pada tahun 1956; dan kasus kedua salah satu penjaga kebun binatang pada tahun 1960.

Hori juga mengatakan bahwa Hanako telah menjadi pemarah di usia tua dan perlu diisolasi. (Baca pula : Gajah Sakit hingga Mati, Ini Dalih Pengelola Kebun Binatang Bandung)

Pakar gajah Carol Buckley mengunjungi Hanako pada awal tahun ini. Ia memberi penilaian pahit terhadap situasi yang dialami Hanako. Pada akhirnya Buckley setuju dengan keputusan kebun binatang untuk menjaga Hanako. Berikut pernyataan yang disampaikan Buckley.

Tidak ada yang lebih sedih daripada aku mengetahui Hanako tidak akan pernah mengalami hak hidupnya, dengan hidup di lingkungan alam di kelilingi pohon-pohon, rumput dan gajah lainnya. Itu akan menjadi mimpi yang menjadi kenyataan, jika Hanako tidak berusia lanjut, gigi yang berkurang, penglihatan gagal, kerentanan akan masyarakat, perubahan kebiasaan tidur (dia tidak lagi tidur berbaring) dan ketidakmampuan untuk mengatasi perubahan. Realitas yang dialami Hanako layaknya warga lanjut usia dalam perawatan rumah sakit.

Sejauh ini kebun binatang memang melakukan beberapa perbaikan. Atas saran Buckley, penjaga kebun binatang menambahkan pemanas inframerah dan mainan baru di kandang. Pada Maret 2016, diketahui Hanako sedang bermain dengan mainan seperti tabung dan ban diisi dengan buah beku.

Sayangnya, Hanako tidak bisa menikmati kondisi baru ini lebih lama. Pada hari Kamis (26/5), pekerja menemukan Hanako tergeletak di tanah, dan ia mati beberapa jam setelah ditemukan.

Sekali lagi, beristirahat dengan tenanglah, Hanako!