Terkenal karena keanekaragaman hayati yang luar biasa, Indonesia merupakan rumah bagi berbagai spesies burung di planet ini. Namun, bangsa ini juga memiliki tradisi domestikasi (penjinakan hewan liar) burung yang kuat. (Baca : Polair Jatim Gagalkan Penyelundupan Burung Liar)
Sebuah studi terbaru terkait perdagangan ilegal hewan untuk dipelihara menunjukkan bahwa praktek ini dapat mendorong banyak spesies ke ambang kepunahan. Lalu, apakah ini masa terakhir kita melihat burung terbang bebas di langit Indonesia?
Di antara berbagai makhluk bersayap yang indah dapat ditemukan di langit Indonesia. Salah satunya adalah elang Jawa, ia menjadi burung nasional pada tahun 1993. Namun menurut penelitian, populasi liar elang Jawa kini berjuang melawan kepunahan dari perburuan. Jumlah burung yang ditangkap setiap tahun hampir setara dengan jumlah elang yang lahir. Para peneliti memperkirakan jumlah elang Jawa di alam liar hanya tersisa 300 sampai 500 burung.
"Kelompok kejahatan yang terorganisir terlibat dalam perdagangan ini, dengan keuntungan besar yang dibuat dan dengan hampir tidak ada resiko." Ungkap salah satu penulis studi, Chris Shepherd kepada National Geographic.
Menurutnya tindakan penangkap burung tanpa izin ini tidak bermoral, dan menempatkan 13 spesies dalam resiko kepunahan global yang sangat tinggi. (Baca : Menengok Habitat Burung Maleo, Pecinta Setia yang Hampir Punah)
Perburuan langsung sejumlah besar burung dari alam jelas penyumbang utama dalam proses ini. Namun, para peneliti juga menemukan bahwa berbagai bisnis mengawinkan hewan peliharaan dapat memperburuk situasi. Misalnya, dengan mengimpor burung dari tempat lain dapat mengarah ke risiko bahwa spesies asing dapat melarikan diri dari rumah pemiliknya dan kawin dengan spesies lokal, justru mengasilkan hibrida yang tak bisa berkompetisi dengan spesies asli.
Di pulau Nias, misalnya, banyak orang yang sekarang memiliki Beo Nias, yang telah diimpor dari daratan Sumatra. Burung ini berkembang biak dengan spesies lokal, menghasilkan hibrida baru, mengancam kelangsungan hidup beberapa spesies asli.
Pada saat yang sama, banyak burung yang sengaja dihibridisasi untuk meningkatkan karakteristik tertentu yang diinginkan. Misalnya, perkawinan silang jalak non-Indonesia dengan beberapa burung Jawa telah menyebar luas dalam rangka menciptakan hewan peliharaan dengan bulu lebih putih, yang tampaknya modis.
Menanggapi temuan ini, para penulis penelitian sekarang mendesak pemerintah dan konservasionis untuk mengambil tindakan untuk melindungi spesies-spesies yang paling terpengaruh oleh perdagangan hewan peliharaan ilegal. Di antara rekomendasi mereka adalah pengenalan undang-undang yang tegas terhadap praktek ini, serta meningkatkan kewaspadaan dan pengadaan penjaga di kawasan lindung.
(Baca pula : Migrasi Burung Dunia dan Ancaman Kehilangan Habitat)
Mereka juga menyarankan mungkin perlu untuk mengembangbiakkan populasi tawanan dari spesies yang terancam punah, untuk kemudian dilepaskan ke alam liar setelah perdagangan hewan peliharaan ilegal telah dikendalikan. Semoga masa ini bukanlah kali terakhir kita melihat burung terbang bebas di langit Indonesia.