Otak Pria dan Wanita Sulit Sinkron Saat Bekerja Sama

By , Selasa, 14 Juni 2016 | 15:00 WIB

Lebih dari 50 tahun penelitian telah menunjukkan bahwa pria dan wanita memiliki cara yang berbeda untuk bekerja sama, menurut sebuah studi yang diterbitkan bulan ini di jurnal Scientific Reports.

"Ini bukan berarti laki-laki atau perempuan lebih baik bekerja sama, atau tidak. Sebaliknya, hanya ada perbedaan dalam cara mereka bekerja sama," kata Dr. Allan Reiss, seorang Profesor Psikiatri di Universitas Stanford dan sekaligus penulis senior studi tersebut.

(Baca juga: Dapatkah Musik Memengaruhi Kecerdasan Anak?)

Dalam studi tersebut, para peneliti ingin memahami apa yang terjadi di otak ketika pria dan wanita bekerja sama.

Mereka melakukan scan otak pada 111 pasang peserta, yang diminta untuk saling bekerja sama untuk menyelesaikan tugas komputer. 39 pasang terdiri dari laki-laki; 34 pasang terdiri dari pria dan wanita; dan 38 pasang  terdiri dari wanita. Tak satu pun dari peserta saling kenal sebelum percobaan.

(Baca juga: Mengapa Manusia Bisa Merasakan Jika Ada Seseorang yang Menatapnya?)

Selama menyelesaikan tugas komputer, peserta dengan pasangan masing-masing menatap layar komputer. Ketika sebuah lingkaran di layar berubah warna, mereka harus menekan tombol. Tujuannya adalah untuk menekan tombol pada saat yang sama sebagai mitra, namun peserta tidak boleh berbicara dan tidak bisa melihat layar komputer satu sama lain. Pasangan diberi 40 kali percobaan untuk menyinkronkan waktu mereka.

Para peneliti menggunakan teknik pencitraan otak yang disebut "hyperscanning" untuk mengukur aktivitas otak setiap orang selama tugas. Tidak seperti bentuk lain dari pencitraan otak, hyperscanning bisa dilakukan sementara peserta duduk tegak dan bergerak.

(Baca juga: 8 Tanda Demensia Ini Tak Boleh Anda Abaikan)

Para peneliti menemukan bahwa pada pasangan sesama jenis, aktivitas otak terbilang sinkron. Sebaliknya, dalam pasangan berbeda jenis, para peneliti tidak menemukan sinkronisasi pada aktivitas otak.

Penelitian merupakan temuan awal di bidang ini. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami mekanisme otak yang mendasari kerja sama. “Saat ini kami hanya mempelajari satu jenis tugas saja untuk kerjasama, tapi mungkin tugas yang berbeda dapat menghasilkan hasil yang berbeda,” kata para peneliti.

(Baca juga: Tidur Lebih Awal Dapat Membuat Anak Menjadi Lebih Cerdas)

Selain itu, temuan juga dapat membantu bagi orang-orang yang memiliki masalah berinteraksi dengan orang lain, seperti penderita dengan autisme. "Orang-orang dengan autisme memiliki masalah kognisi sosial. Para peneliti akan mempelajari lebih lanjut tentang neurologi kerjasama sehingga mereka bisa merancang terapi yang lebih efektif untuk orang-orang dengan autisme,” katanya.