Polusi Cahaya, Bumi Tak Bisa Intip Bimasakti

By , Senin, 13 Juni 2016 | 13:00 WIB

Lebih dari 80 persen populasi di dunia dan lebih dari 99 persen populasi AS dan Eropa hidup di bawah pencemaran cahaya, sehingga menyulitkan dalam memantau Bimasakti. (Baca : Akibat Polusi Cahaya, Peneliti Kaji Pembangunan Observatorium di NTT)

"Saya berharap tampilan atlas ini akan membuka mata orang tentang polusi cahaya," kata pemimpin penulis, Dr Fabio Falchi. Falchi seorang peneliti di Light Pollution Science and Technology Institute di Italia.

"Atlas ini menyediakan dokumentasi penting dari keadaan lingkungan malam, saat kita berdiri di puncak transisi di seluruh dunia dengan teknologi LED," tambahnya.

Berdasarkan atlas tersebut, Bima Sakti tersembunyi bagi sepertiga umat manusia, termasuk hampir 80 persen orang Amerika Utara dan 60 persen orang Eropa. 

"Banyak generasi di AS belum pernah melihat Bimasakti. Padahal ini adalah bagian besar dari hubungan kita dengan semesta, dan itu sekarang sudah hilang, "kata rekan penulis, Dr Chris Elvidge dari Pusat Nasional Informasi Lingkungan NOAA.

"Warga India dan Jerman yang paling mungkin untuk dapat melihat Bimasakti dari rumah mereka, sementara mereka yang di Arab Saudi dan Korea Selatan yang paling mungkin," kata para ilmuwan.

Polusi cahaya yang paling luas berada di negara-negara seperti Singapura, Italia dan Korea Selatan, sementara Kanada dan Australia mempertahankan langit yang paling gelap. Di Eropa Barat, hanya memiliki daerah kecil langit malam yang relatif berkurang, terutama di Skotlandia, Swedia dan Norwegia.

Terdapat ruang terbuka luas di bagian barat Amerika, namun hampir setengah dari Amerika Serikat mengalami pencemaran cahaya. (Baca pula : Earth Hour untuk Mendeteksi Polusi Cahaya)

"Di Amerika Serikat, kegelapan hanya terdapat di beberapa taman nasional, tempat-tempat seperti Yellowstone dan gurun," kata rekan penulis lainnya, Dan Duriscoe dari National Park Service.

"Kami beruntung memiliki banyak lahan publik yang menyediakan data dari kota-kota besar," ungkap Duriscoe.

Pada tahun 2001, Dr. Falchi merupakan salah satu tim peneliti dengan atlas yang sama. Namun, atlas terbaru ini mengambil keuntungan dari pencitraan cahaya rendah satelit NOAA / NASA Suomi National Polar-orbiting Partnership (NPP), yang dikalibrasi menggunakan data dari Sky Quality Meters di 20.865 lokasi individu di seluruh dunia.