Kaum Gay Tak Boleh Donor Darah. Diskriminasi atau Masalah Kesehatan?

By , Minggu, 19 Juni 2016 | 15:00 WIB

Perbuatan baik dapat dilakukan oleh siapa saja. Tapi tidak dengan donor darah. Kendati masuk perbuatan baik, mendonorkan darah tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang. Pendonor haruslah sehat dan yang pasti memenuhi syarat sebagai pendonor.

Lalu, bagaimana dengan golongan homoseksual yang memiliki tubuh sehat dan tidak memiliki penyakit menular? Ternyata mereka tetap tidak diperbolehkan mendonorkan darah, seperti yang terjadi di Amerika.

Setelah peristiwa penembakan kelab di Orlando, Amerika, ribuan orang mengantri untuk menyumbangkan darahnya. Namun pria gay dan biseksual yang aktif secara seksual dilarang untuk berpartisipasi.

Bukan karena alasan diskriminasi. Menurut aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat, penderita medis tertentu seperti gay atau homoseksual memang rentan menderita penyakit menular, salah satunya HIV. Sehingga, jika benar-benar ingin mendonorkan darahnya mereka harus absen berhubungan seks selama satu tahun terakhir, bahkan jika menggunakan kondom.

Aturan tidak berhubungan selama satu tahun dijadikan patokan karena tes yang dilakukan memang tidak bisa langsung menemukan infeksi HIV. Butuh waktu satu minggu sampai tiga bulan untuk mendeteksinya.

Alasan ini jugalah yang membuat negara Argentina, Brazil, Jepang, dan Inggris tidak memperbolehkan kaum gay dan homoseksual mendonorkan darahnya.

Tetapi, benarkah hanya karena alasan diatas?

Kelompok advokasi LGBT menganggap pelarangan tidak beralasan. Menurut mereka, hubungan seksual juga beresiko terjadi pada pria dan wanita heteroseksual, terutama orang muda.

Terlebih lagi, hasil tes saat ini bisa dikatakan dapat memberikan hasil yang akurat. Memang sebelum 1980-an hasil tersebut masih bisa diragukan. Tetapi sejak Laboratorium Abbot mengembangkan alat untuk mencari HIV pada darah, keraguan tersebut dapat dihilangkan. Bahkan alat pendeteksi HIV pada darah ini sudah dipakai oleh bank darah di seluruh dunia.

Lalu, pada 1999, ada alat pendeteksi HIV yang dapat mengenali seorang penderita sejak 10-12 hari terserang. Dan pada 2014, Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat menyetujui teknologi untuk mengeliminasi patogen berbahaya dari darah yang didonasikan.