Kita sering kali tersesat ketika bepergian ke suatu tempat yang baru. Beruntung, sekarang sudah ada teknologi Global Positioning System (GPS) yang memudahkan kita pergi ke mana pun yang kita mau. Sebagai spesies, manusia memang memiliki pemahaman arah yang buruk. Dibandingkan dengan beberapa hewan yang bermigrasi ribuan kilometer seperti burung, paus dan antelope, kita tidak ada apa-apanya. Bagaimana hewan-hewan itu bisa menavigasi dengan sukses?
Sebelum ini, kita sudah tahu bahwa banyak hewan yang dapat merasakan medan magnet Bumi secara langsung dan menggunakannya untuk dikalibrasikan menjadi semacam kompas internal. Akan tetapi, laporan terbaru di jurnal Nature menemukan beberapa hal spesifik yang menarik. Studi tersebut mengungkapkan bahwa tampaknya anjing, rubah, serigala dan beberapa primata memiliki protein jenis tertentu di mata mereka yang sensitif terhadap magnet.
Dalam penelitian terkait, tim ahli biologi dan matematika juga bekerja sama untuk mencari tahu tentang sistem navigasi kupu-kupu raja yang sangat efisien. Kupu-kupu raja benar-benar raja jalanan. Hewan ini bermigrasi tahunan dari Kanada ke Meksiko, rute terjauh yang pernah dilakukan oleh serangga.
Para peneliti merekam data secara langsung dari neuron di antena dan mata kupu-kupu. Kesimpulannya, kupu-kupu raja merencanakan rute migrasi mereka dengan melacak posisi matahari di langit. Serangga ini kemudian mencocokkan data posisi dengan ketepatan waktu “jam neuron” untuk menentukan rute yang optimal.
Pencocokan sinyal ini menunjukkan bahwa kupu-kupu raja memiliki sirkuit biologis jauh lebih kompleks daripada yang kita bayangkan sebelumnya. Tim peneliti bahkan mengembangkan sebuah model sirkuit untuk membuat kompas internal. Harapannya, suatu saat mereka dapat menciptakan robot kupu-kupu yang dapat menavigasi dengan matahari.
Manusia tidak memiliki kemampuan untuk menavigasi begitu tepat, baik dengan magnet atau cahaya. Beberapa ilmuwan berpikir mungkin kita sebenarnya memiliki kemampuan semacam itu, dan masih dilakukan di suatu tempat di dalam otak kita. Tetapi, selama jutaan tahun evolusi, kita telah kehilangan setiap akses fungsional ke navigasi internal.
Tetap saja, itu bukanlah hal buruk. Kemampuan kita melacak arah yang begitu buruk mendesak kita mengeksplorasi wilayah-wilayah baru, baik secara harfiah dan kiasan. Bukannya bermigrasi dengan rute yang sama tiap tahun, kita merintis rute-rute baru yang tak pernah tersentuh sebelumnya.
Pada titik tertentu dalam evolusi, kita mungkin telah kehilangan kemampuan intrinsik untuk menavigasi, tetapi kita mendapat kompensasi dengan cara berpikir yang baru. Yah, kita memang tidak memiliki protein magnetik di dalam bola mata, tetapi kita belajar melacak bintang, membuat kompas, dan akhirnya menciptakan Google Maps. Itu cukup keren kan?