Praktik penyebaran vaksin palsu di kalangan anak balita telah meluas ke berbagai daerah. Proses produksi vaksi palsu tersebut pun diakui oleh para tersangka hanya bermodalkan botol vaksin bekas.
Untuk memenuhi botol vaksin bekas tersebut, tersangka mencampur antibiotik dengan cairan infus atau air.
“Larutan dibuat dengan mencampurkan antibiotik Gentamicin dengan cairan infus, dimasukan ke botol vaksin bekas dan diberi label,” jelas Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal (Pol), Agung Setya.
Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa vaksi palsu turut dicampur bahan kimia berbahaya. Tak hanya penggunaan botol vaksin bekas, botol bekas air mineral pun turut ikut menjadi wadah dari vaksin palsu tersebut.
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif, Drs. T., Bahdar Johan juga tengah melakukan pemeriksan lebih lanjut pada sejumlah kandungan yang terdapat dalam vaksin palsu itu.
“Untuk tuberculid, tersangka menggunakan Gentamicin yang dicampur dengan air. Gentamicin itu antibiotik. Ini vaksin untuk TBC yang menyebabkan fungsi tubuh tak berjalan dan merugikan kesehatan,” jelas Bahdar.
Vaksin palsu memiliki efek yang buruk bagi kesehatan. Masuknya vaksin ini ke dalam tubuh mampu menyebabkan demam dan infeksi berat karena bakteri yang terkandung dalam larutannya.
Bareskrim Polri telah menangkap sepuluh tersangka kasus vaksin palsu tersebut. Para pelaku terdiri dari 5 produsen, 2 kurir, 2 penjual, dan 1 pencetak label yang ditempelkan pada botol vaksin tersebut.
Polisi juga menangkap empat orang yang diduga sebagai produsen vaksin palsu. Salah satunya pasangan suami-istri, H dan R, yang tertangap di Kemang, Jakarta Selatan. “Jaringan itu melibatkan tiga kelompok produsen vaksin palsu,” jelas Agung.