Keluarnya Inggris atau Brexit (Britain Exit) dari Uni Eropa mulai membawa dampak buruk dalam kehidupan sosial di Inggris. Tindakan yang dilakukan oleh Inggris memicu aksi rasisme yang menyasar pada warga muslim.
Salah satu yang terkena dampak dari hasil refrendum ini adalah mantan calon anggota Partai Konservatif, Shazia Awan. Wanita kelahiran Wales itu meminta pemerintah Inggris untuk lebih memerhatikan konsekuensi dari Brexit tersebut.
“Hasil referendum melegitimasi kebencian rasial. Walaupun mereka tidak mayoritas namun mereka tidak toleran dan bersuara keras dan ini melukai semua komunitas,” ujar warga Muslim Wales itu.
Awan melihat bahwa Inggris tengah berada di masa kelamnya. Ia merasa Inggris seolah bergerak mundur ke belakang.
Tak hanya warga muslim di Inggris yang menjadi sasaran rasisme. Masyarakat Polandia yang tinggal di Inggris pun turut menjadi korban dari konsekuensi referendum tersebut.
Salah satu bentuk rasisme yang dilontarkan pada masyarakat Polandia adalah lewat penyebaran brosur anti-imigran. Isi dari brosur tersebut ditujuan pada masyarakat Polandia di Inggris untuk segera meninggalkan negara itu.
Brosur-brosur tersebut ditempel pada mobil-mobil yang terparkir di pinggir jalan Huntingdon, Cambridgeshire, Jumat (24/6/2016) lalu. Selebaran tersebut dituliskan dalam bahasa Inggris dan Polandia.
Selain aksi selebaran tersebut, terjadi kasus penyerangan yang menimpa seorang wanita Polandia. Tindakan kekerasan yang terjadi di Salisbury tersebut diduga bermotif rasisme.
Dewan Kepala Polisi Nasional Inggris, NPCC, telah mengumpulkan data kekerasan rasial yang mencapai 85 kasus. Data tersebut terkumpul lewat True Vision, sebuah situs aduan terhadap kejahatan rasisme bentukan kepolisian Inggris.