"Becoming A Man", Program yang Berhasil Menurunkan Angka Kriminal

By , Senin, 4 Juli 2016 | 14:00 WIB

Becoming A Man di Chigago merupakan sebuah program yang membiarkan anggota geng yang saling bermusuhan untuk duduk bersama, sehari setelah satu anggota mereka membunuh seorang anggota dari kelompok lainnya, dan dengan tenang membicarakan isu tersebut, jelas John Wolf, manager senior Lab Kriminal Universitas Chigago.

 “Anak-anak itu tidak mengatakan atau secara spesifik tahu siapa yang melakukannya. Tapi anda memiliki dua kelompok—dimana mereka tahu seseorang dari kelompok temannya baru saja dibunuh oleh seseorang dari kelompok lain—dan mereka bersedia untuk duduk dalam kelompok ini dan mendiskusiknnya,” kata Wolf. “Mereka berdiskusi untuk menemukan jalan perdamaian dan jalan untuk meyakinkan hal itu tidak akan meningkat lebih jauh.”

Beberapa tahun yang lalu, Wolf dan rekan-rekannya mempelajari dampak dari program Becoming A Man ini, dimana targetnya adalah pelajar laki-laki di sekolah publik di Chigago. Program tersebut berjalan dibantu oleh organisasi nonprofit, Youth Guidance. BAM mengajak para pelajar untuk datang setiap minggu melakukan diskuisi kelompok yang membicarakan mengenai proses pengambilan keputusan. Dalam dua tahun, evaluasi program menunjukan antara tahun 2013 hingga 2015, terdapat penurunan sebanyak 50 persen dimana terdapat 2,000 anak yang tertangkap karena kasus kekerasan.

Dengan mengajarkan remaja pria bagaimana untuk tenang dalam proses pengambilan keputusan mereka dan menjauhi reaksi yang buruk, program ini mencoba mengangkat kemampuan pelajar untuk dapat mempertimbangkan situasi yang memiliki resiko tinggi.

Wolf menghabiskan waktu untuk melakukan observasi pada para peserta dalam program tersebut. Ia melihat anak-anak laki-laki mulai terbuka pada kehidupan pribadi mereka kepada siswa lain yang ada di kelompok itu dan membicarakan rasa emosional mereka yang rentan.

Siswa dalam program tersebut seringkali menghadapi keadaan sulit dalam kehidupan mereka. Banyak dari mereka yang hidup dalam lingkungan berbahaya, dikelilingi oleh aksi kekerasan. Kegiatan berangkat dan pergi ke sekolah menjadi pengalaman yang mengerikan.

Para pembimbing di BAM mendorong partisipasi mereka dalam menggambarkan “apa yang sebenarnya mereka cemaskan, apa yang sebenarnya mereka takuti, hal apa yang mesti mereka hadapi setiap hari, berjalan ke rumah, pergi dan pulang dari sekolah,” kata Wolf. “Mereka tidak dibiarkan untuk berkata mereka penuh dengan ketakutan atau kecemasan terhadap suatu hal, tetapi BAM mencoba untuk membuat mereka bersedia membuka perasaan mereka.”

“Saya pikir, bagian terbesar dari hal ini, mereka belajar untuk duduk bersama, dalam sebuah lingkup yang memiliki ketakutan yang sama, kecemasan yang sama, dan akan baik-baik saja.” Ujarnya. “Ini adalah kondisi dimana manusia menunjukkan hal tersebut dan ini pengalaman yang biasa.”

Program ini tidak menyuruh para siswa untuk bersikap baik atau menginstruksi mereka untuk melakukan hal yang benar, namun membiarkan mereka untuk memilih. Program ini hanya akan mendorong para siswa untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan sebelum bertindak.

 “BAM menyadari bahwa anak-anak muda ini hidup di lingkungan penuh tekanan penuh agresifitas dan pertengkaran dimana biasanya penting untuk menjauhi reputasi ‘mudah jadi korban’,” ujar pernyataan dalam laporan peneliti University of Chicago di National Bereau of Economic Research.

 “Tidak sulit untuk melihat bagaimana seseorang diarahkan pada sebuah kelompok lingkungan yang mampu meningkatkan tendensi yang reflek untuk melawan kembali sebagai sebuah tantangan,” lanjut laporan tersebut. “Respon itu akan memimpin ke arah masalah ke arah yang lebih umum—seperti sekolah.”

BAM mengatakan bahwa pendekatan merupakan biaya yang efektif. Tiap dolar yang diinvestasikan dalam program ini akan mengembalikan sampai 30 dolar dalam mengurangi tindak kriminal. Dan juga karena program ini meningkatkan angka kelulusan para peserta hingga 19 persen, ini akan membawa keuntungan ekonomi jangka panjang.

Dalam evaluasi program sebelumnya dari para peneliti tahun 2009-2010 pun mengharapkan hasil yang sama.

 “Waktu ketika Chigago dan kota di negara lain terlihat mengalami pengurangan kekerasan, itu menjadi bukti yang menggembirakan,” ujar Jonathan Guryan, co-director dari Lab Edukasi University of Chigago, dalam sebuah press release. “Program seperti BAM menunjukkan pada kita bahwa belum terlambat bagi kita untuk menolong remaja di Chigago untu menjauhi kekerasan dan mencapai kesuksesan di sekolah.”