Para pekerja konservasi sudah diperingatkan mengenai hal ini sekian tahun lamanya. Orangutan --salah satu hewan paling cerdas di dunia -- yang secara resmi di ambang kepunahan.
Orangutan Kalimantan kini dalam keadaan paling kritis dan membahayakan, berdasarkan dari penelitian mengenai spesies yang dipublikasikan minggu ini oleh Persatuan Konservasi Alam Internasional (IUCN). Orangutan Sumatera juga telah masu dalam daftar spesies yang akan punah, dan hal itu berarti semua orangutan saat ini tengah dalam "resiko tinggi kepunahan di alam liar," ujar IUCN.
"Ini adalah sebuah kenyataan jelas yang telah lama ada: konservasi orangutan mengalami kegagalan," kata Andrew Marshall, salah satu penulis penelitian pada Mongabay minggu ini.
Tahun 2015, pelaku konservasi Richard Zimmerman mengingat kembali cerita mengenai Kesi, seekor bayi orangutan Kalimantan. Para petugas penyelamat menemukan Kesi tahun 2006 lalu di sebuah pulau di Kalimantan. Dia berusia 3 bulan, kecil dan rapuh -- dan kehilangan tangannya.
Zimmerman mempercayai bayi dan sang ibu harus dipisahkan oleh manusia setelah hutan tempat tinggalnya dihancurkan untuk dijadikan industri minyak kelapa sawit. Setelah membunuh ibu orangutan, mereka memotong tangan bayi itu.
"Bayi orangutan itu memiliki pegangan yang erat dengan perut ibunya yang diselimuti rambut panjang. Mereka tidak mampu dilepaskan," jelas Zimmerman yang organisasinya 'Orangutan Outreach' memfasilitasi penyelamatan dan rehabilitasi orangutan liar, kepada The Huffington Post tahun lalu."Tangan bayi itu dipotong untuk memisahakn dirinya dari sang ibu."
Dalam usaha penyelamatan itu, Kesi berhasil direhabilitasi. Ia tumbuh menjadi kuat dan betina yang dominan yang tidak menghentikan dirinya dalam melakukan apapun meski kehilangan tangannya, ujar Zimmerman. Suatu hari ia akan segera dibebaskan kembali ke alam liar.
Namun Kesi merupakan salah satu dari yang beruntung.
Berdasarkan IUCN, populasi orangutan Kalimantan telah berkurang sejak tahun 1970-an, dan selanjutnya akan menurun menjadi sekitar 47.000 orangutan pada tahun 2025. Ini akan mewakili penurunan lebih dari 86 persen dalam 75 tahun, jelas organisasi tersebut.
Orangutan Sumatera juga mengalami penurunan drastis dalam seabad terakhir. Hanya beberapa dari 73,000 ekor yang kini hidup di alam liar.
Secara khusus, orangutan tinggal di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan yang terbagi antara Indonesia, Malaysia, dan Brunei.
Para ahli menunjuk pengerusakan hutan hujan di Sumatera dan Kalimantan merupakan hasil dari kegiatan produksi minyak kelapa sawit sebagai ancaman terbesar bagi orangutan yang bertahan hidup. Komoditas yang tinggi menjadi penyebab utama dari rusaknya hutan di Indonesia, terhitung dari hilangnya 75 persen hutan di area Kalimantan, berdasarkan penelitian Greenpeace tahun 2013.
Hutan-hutan di Indonesia dan Malaysia diprediksi akan benar-benar menghilng dalam waktu 20 tahun, jika pengerusakan hutan tetap dilakukan.
"Orangutan adalah mahluk yang spesial tinggal di hutan," ujar Robert Shumaker, wakil presiden konservasi kebun binatang Indianapolis. "Tanpa hutan yang sehat, mereka tidak akan bertahan hidup. Biasanya, orangutan yang tidak memiliki habitatnya lagi dan terpaksa harus keluar dari sana karena proses pengerusakan, mereka memiliki masa depan dan akan mati sebagai hasil dari habitatnya yang rusak."
Perburuan, jelas IUCN, merupakan faktor utama lain yang menjadi ancaman populasi orangutan.
Diperkirakan 2000 hingga 3000 orangutan Kalimantan telah dibunuh setiap tahun dalam empat dekade terakhir, untuk diambil dagingnya, seperti laporan Associated Press.
"Jika perburuan tidak dihentikan, maka semua populasi yang diburu akan menurun, terlepas dari apa yang terjadi pada habitat mereka . Temuan ini mengkonfirmasi bahwa perlindungan habitat saja tidak akan menjamin kelangsungan hidup orangutan.
Orangutan berkembangbiak sangat lama, dan hal itu mendukung ancamanan kepunahan yang pasti. "Betina hanya berkembangbiak 7-8 tahun sekali, jika kehilangan seekor saja, akan menjadi bencana bagi keberadaan populasi tersebut," ujar Zimmerman.
"Meskipun masa depan orangutan nampak begitu suram, namun kepunahan bukan menjadi hal yang begitu pasti saat ini," tekan Marshall pada IUCN.
Orangutan mudah beradaptasi,dan usaha pemerintah serta perusahaan untuk mengurangi pengerusakan hutan akan menjadi faktor yang cukup besar untuk menghasilkan hutan yang sehat di Sumatera dan Kalimantan.
"Meskipun saya pikir hal yang mungkin lebih buruk sebelum mereka menjadi lebih baik," kata Marshall pada Mongabay, "belum terlambat untuk menyelamatkan orangutan."