Gambia Larang Pernikahan Anak-anak, Pelanggarnya akan Dihukum 20 Tahun Penjara

By , Jumat, 15 Juli 2016 | 08:00 WIB

Gambia secara resmi melarang pernikahan pada anak-anak dan akan menghukum orangtua mereka, pasangan dan pemimpin agama yang terlibat dalam pelanggaran hukum itu, berdasarkan laporan.

Presiden Yahya Jammer mengumumkan bahwa perniahan terhadap perempuan sebelum menginjak usia 18 tahun dianggap ilegal dan bagi yang melanggar akan dikenai hukuman penjara selama 20 tahun, berdasarkan laporan Girls Not Brides.

Di bagian barat negara Afrika, 46.5 persen anak perempuannya menikah sebelum mereka menginjak usia 18 tahun, berdasarkan data yang dimiliki UNICEF.

"Kamu menghancurkan masa depan anak-anak kita, yang seharusnya pergi ke sekolah," ujar Jammeh.

Deklarasi terkait pelarangan pernikahan bagi anak perempuan di bawah usia 18 tahun dilakukan setelah dua minggu African Union melakukan kampanye untuk menghentikan pernikahan anak-anak.

Para pengacara mendukung pelarangan tersebut, dan pemerintah untuk segera mengimplementasikannya.

"Kami harap hal ini akan membawa aksi yang lebih kuat untuk mengakhiri pernikahan anak-anak, dengan hukum yang berlaku dan segera untuk diberlakukan, sehingga setiap anak perempuan terlindungi dari kekerasan terhadap hak asasi manusia," ujar Christa Stewart, manajer program Equality Now's Justice For Girls, dalam pernyataannya pada The Huffington Post.

Sejumlah pengacara, mengatakan bahwa hukuman dengan kekerasan mungkin tidak akan efektif, namun pemerintah perlu fokus pada usaha untuk mendidik masyarakat tentang akibat dari pernikahan anak-anak.

"Saya pikir menghukum orang tua mereka bukanlah jawabannya," ungkap Isatou Jeng of Girls Agenda, sebuah organisasi hak-hak wanita Gambia, pada Reuters," itu akan menjadi faktor utama yang membawa pada pembalasan dendam dan sabotase larangan tersebut."

Para perempuan yang menikah di usia muda menghadapi risiko yang sangat serius.

Contohnya adalah hamil saat fisik mereka belum benar-benar siap, akan membawa mereka pada sejumlah komplikasi dan bahkan kematian bagi ibu maupun anaknya, berdasarkan data yang dimiliki oleh UNICEF. Para perempuan ini termasuk dalam korban kekerasan dan bisa saja terinfeksi penyakit akibat kontak seksual.

"Kita tidak bisa membiarkan pernikahan anak-anak gadis kita lagi, itu akan menahan gadis-gadis kita yang cantik," ujar ibu negara Zineb Jammeh pada UNICEF. "Meniadakan pernikahan anak-anak akan menjadi prioritas kami, untuk membiarkan para gadis berkembang dan berkontribusi untuk perkembangan negara."