Ini Cara Layanan Telepon Bantu Kontrol Penyebaran Demam Berdarah

By , Senin, 18 Juli 2016 | 16:00 WIB

Pada musim panas tahun 2011, wabah demam berdarah menyerang Punjab, provinsi di Paskistan. Tanpa adanya deteksi dari kasus tersebut, para tenaga media mengalami kesulitan dalam menghadapi wabah tersebut. Wabah itu menyebar cepat di seluruh populasi kota Lahore. Lebih dari 21,000 orang terinfeksi, dan 35o diantaranya meninggal.

"Rumah sakit ramai dengan pasien, dan orang-orang yang berdiri mengantri untuk menjalani tes pemeriksaan," kata Nabeel Abdur Rehman dari Information Technology University di Lahore.

Rehman pun datang dengan membawa ide bantuan bagi ribuan orang yang khawatir. Pimpinannya, Umar Saif di Punjab Information Technology Board, dan bersama membangun layanan komunikasi gratis yang dipegang oleh ratusan anggota tim medis yang melatih para operator.

Orang-orang dapat menghubungi mereka, melaporkan gejalanya, lalu diarahkan ke rumah sakit terdekat jika memang mereka terindikasi demam tersebut, mencari tahu adalah ranjang yang kosong di rumah sakit, dan bahkan meminta dilakukan penyemprotan di rumah mereka atau lingkungan sekitar.

Layanan komunikasi ini berjalan baik. Sejak berdiri pada September 2011, mereka telah menerima 300,000 panggilan. Namun yang lebih penting lagi, tim Rehman mampu mempelajari penyebaran demam tersebut lewat volume panggilan dalam waktu beberapa minggu. Dan predikisi mereka tersebut mampu membantu para pekerja medis pemerintah untuk fokus pada daerah yang memiliki risiko terbesar dari demam tersebut.

"Informasi tersebut didistribusikan ke rumah sakit yang lebih besar dan banyak pekerja medis yang bekerja untuk mengatasinya," ujar Lakshmi Subramanian dari New York University, yang ikut dalam proyek ini. "Ini adalah sistem yang memberikan hasil reaksional."

Pencarian data tidak langsung lewat panggilan ataupun pencarian di internet menjadi salah satu alternatif. Hal tersebut mampu membantu mengatasi penyebaran wabah tersebut karena banyak orang yang mulai mampu mengidentifikasi apakah mereka terkena demam tersebut atau tidak.

Hal tersebut yang ditemuka Rehman dan timnya. Mereka menunjukkan angkat panggilan memiliki hubungan dengan angka pasien demam berdarah di rumah sakit beberapa minggu kemudian.

Namun masalahnya, pencarian informasi tersebut tergantung pada kesadaran atas kebutuhan. "Artikel berita atau kesadaran publik lewat kampanye mampu meningkatnya pencarian informasi tentang demam berdarah, dan itu mampu membatasi kegunaan dari jenis data yang ada."

Rehman telah menyadari hal tersebut dan mengetahui bagaimana cara menghadapinya. Setelah wabah di tahun 2011, pemerintah Punjab meluncurkan kampanye kesadaran masyarakat dengan memberikan pengetahuan mengenai gejala, tindakan penanganan, dan layanan komunikasi itu sendiri.

Mereka juga memiliki informasi mengenai waktu dan lokasi dari aktivitas tersebut, sehingga ketika mereka membuat model statistik untuk prediksi tingkat demam lewat jumlah panggilan dan memasukannya sebagai data untuk tingkat kesadaran atas wabah tersebut. Mereka juga memasukkan kondisi cuaca yang mampu memengaruhi hidup nyamuk, seperti hujan hingga suhu.

Aplikasi yang mereka buat membantu para pekerja medis untuk bekerja, dan tim mencoba untuk memilih tindakan yang paling efektif.

"Sistem ini menjadi tumbuh berskala besar di Pakistan," ujar Subramanian. "Ini bisa digunakan lewat telepon, pesan singkat, atau email. Ini bisa digunakan di negara-negara lain dalam menghadapi wabah penyakit infeksi lainnya, misalnya Zika atau Ebola. Ini mudah digunakan dan biayanya murah."