Tradisi Idul Fitri dalam Semangat Pluralisme dan Toleransi

By , Kamis, 14 Juli 2016 | 12:00 WIB

Setiap daerah atau kelompok masyarakat memiliki cara-caranya sendiri dalam memaknai hari raya Idul Fitri. Bagi warga Nahdlatul Ulama (NU), tradisi merayakan Lebaran ternyata tidak lepas dari semangat toleransi dan pluralisme.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini menuturkan bahwa warga NU memiliki tradisi saling mengunjungi saat perayaan hari besar keagamaan.

Tradisi ini merupakan kebiasaan turun temurun yang diwariskan oleh para pendirinya dan sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat.

Menurut Helmy, di beberapa daerah yang cukup banyak bermukim warga NU, sudah menjadi hal yang lumrah bila ada seorang warga non-muslim datang berkunjung untuk mengucapkan selamat hari raya Idul fitri.

Begitu juga sebaliknya, warga NU tidak akan segan-segan untuk datang berkunjung ke rumah tetangganya yang sedang merayakan Natal atau hari besar lainnya.

"Biasanya di daerah yang banyak warga NU-nya ada tradisi atau kebiasaan saling mengunjungi. Ketika Lebaran yang non muslim datang menyampaikan selamat Idul Fitri. Ketika Natal kami juga datang menyampaikan selamat. Menurut saya ini adalah budaya yang harus terus dijaga," tutur Helmy saat ditemui di gedung PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (4/7/2016).Lebih jauh, Helmy mengatakan, momen Idul fitri selalu dimaknai oleh warga NU dengan semangat saling berbagi. Contoh sederhananya bisa dilihat dari kebiasaan membuat makanan khas saat Lebaran.

Setiap hari raya Idul Fitri umat Islam pun memilliki kebiasaan untuk membuat makanan khas daerahnya masing-masing misalnya seperti ketupat dan opor ayam.

Setiap keluarga biasanya menyiapkan makanan dalam porsi yang besar karena tidak hanya untuk dikonsumsi oleh satu keluarga itu saja, tetapi juga dibagikan ke warga masyarakat lain, baik yang muslim maupun non-muslim.

"Idul Fitri ini menurut saya menjadi momentum saling berbagi, bukan hanya di kalangan umat muslim saja tapi seluruh umat manusia. Jadi jangan sampai hakekat menghormati, berbagi dan saling tolong menolong ini dibatasi dengan kesamaan keyakinan, agama dan bangsa," ungkap Helmy.

Helmy memandang kebiasaan tersebut merupakan upaya seorang muslim, khususnya warga NU, dalam membangun ukhuwah basariyah atau rasa persaudaraan kemanusiaan.

Pada dasarnya, kata Helmy, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling membantu sesama tanpa memandang perbedaan.

"Hakikat Idul Fitri adalah membangun ukhuwah basariyah, persaudaraan kemanusiaan. Misal ada tetangga kita yang non muslim sedang kelaparan, ya kita wajib membantunya," kata Helmy.

"Jadi, membantu kepada siapapun, jangan hanya membantu yang muslim saja atau sesama keyakinan. Itu tidak baik. Berbagi itu untuk semua manusia," ucap dia.