Kementerian Kesehatan menyatakan, tidak semua jenis vaksin yang digunakan di 14 rumah sakit adalah palsu. Mayoritas jenis vaksin palsu yang digunakan di sejumlah RS tersebut, yaitu pediacel dan tripacel.
(Baca : Menteri Kesehatan Ungkap Daftar 14 Rumah Sakit Pengguna Vaksin Palsu)
"Imunisasi pada 14 rumah sakit itu tidak semuanya menggunakan jenis vaksin palsu. Hasil pendalaman Satgas, juga setiap rumah sakit berbeda tentang waktunya," ujar Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Maura Linda Sitanggang di Kantor Kementerian Kesehatan, Sabtu (16/7/2016).
Pediacel dan tripacel merupakan vaksin impor. Pediacel berisi vaksin kombinasi untuk menangkal penyakit difteri, pertusis, tetanus, polio dan Hib (haemophilus influenza tipe b).
Pada buatan dalam negeri, vaksin untuk menangkal penyakit tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu DPT (difteri, pertusis, tetanus), vaksin polio, dan Hib. Sedangkan, tripacel adalah vaksin impor berisi DPT.
Kedua jenis vaksin ini disebut tidak memberikan efek samping demam pada anak atau setidaknya hanya risiko demam ringan. Ini menjadi alasan sejumlah orangtua memilih vaksin impor dengan harga yang lebih mahal.
Mengenai waktu penggunaan vaksin tersebut, Maura mengatakan, tidak semua RS menggunakan produk vaksin palsu itu pada tahun yang sama. (Baca pula : Lika-liku Vaksin Palsu dan Dampaknya Bagi Kesehatan Anak)
"Ada yang beberapa bulan di tahun 2016, ada yang tahun lalu, ada juga mulai tahun 2014. Jadi tidak sama," kata Ketua Satgas Vaksin Palsu ini.
Tim Satgas hingga saat ini masih mendata anak-anak yang pernah mendapat vaksin palsu di 14 RS tersebut. Nantinya, kepada mereka akan diberikan vaksinasi ulang secarra gratis.
Pemerintah pun mulai melakukan imunisasi ulang terhadap anak-anak yang mendapat vaksin palsu di sebuah klinik di Ciracas, Senin (18/7/16).