Delegasi dari 11 negara di Asia yang mewakili rumah sakit dan pusat kesehatan sedang menghadiri Konferensi ke-3 Asia Global Green Healthy Hospitals, yaitu promosi rumah sakit yang lebih ramah lingkungan dan responsif terhadap perubahan iklim. Acara ini berlangsung di Yogyakarta Rabu hingga Jumat (3-5 Agustus 2016).
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek ketika berbicara pada pembukaan konferensi menekankan pentingnya peran aktif rumah sakit dalam merespon perubahan iklim dengan menerapkan 10 agenda Global, Green and Healthy Hospital.
(Baca : Ini yang Terjadi pada Tubuh Selama Gelombang Panas)
Menkes mengakui, tidak mudah bagi rumah sakit untuk berubah secara total. Karena itu ia meminta rumah sakit memulai 10 agenda secara bertahap, misalnya, dimulai dari meminimalkan sampah agar tidak terulang penggunaan kemasan bekas untuk memproduksi vaksin palsu seperti yang telah terjadi.
“Saya minta mereka (pengelola rumah sakit) memulai dengan step-by-step. Kalau dari rumah sakit yang ada sampah biji plastik sudah ada yang bisa bikin kantong dari plastik yang ramah lingkungan, jadi kita mulai dari hal yang kecil-kecil. Saya ingin sekali edukasi kepada pasien. Misalnya saya dinas dari jam 8 hingga jam 2 siang,saya bisa memberikan edukasi kepada pasien selama 1 jam saja mengenai satu penyakit itu sudah luar biasa,” ungkap Nila.
Faye Ferrer dari organisasi Health Care Without Harm di Manila, Filipina mengatakan, melalui konferensi di Yogyakarta rumah sakit didorong agar responsif terhadap perubahan iklim dan siap memberikan pelayanan terbaik jika terjadi bencana akibat perubahan iklim.
Menurut Ferrer, rumah sakit sekarang tidak hanya melayani pengobatan tetapi dalam operasionalnya juga harus ramah lingkungan. Sementara ini rumah sakit di kawasan Asia Tenggara masih menerapkan apa yang disebut sebagai dirty technology yang menghasilkan banyak sampah berbahaya.
(Baca juga : Perubahan Iklim dan Bencana Picu Migrasi Penutur Austronesia)
“Indonesia bersama negara-negara di Asia Tenggara masih harus membebaskan diri dari penggunaan apa yang disebut dirty technology yang menimbulkan banyak limbah seperti penggunaan waste incinerator. Kini kami mendorong penggunaan energi non-fosil seperti tenaga angin, matahari atau tenaga hidro mengingat rumah sakit merupakan pengguna energi dalam jumlah besar,” tutur Faye Ferrer.
Ferrer juga menyebutkan 10 agenda Global Green Healthy Hospital diantaranya penanganan sampah secara aman, mengurangi konsumsi air, meningkatkan efisiensi transportasi petugas dan pasien, penggunaan energi ramah lingkungan, mendisain bangunan yang lebih hijau serta membeli peralatan yang aman dan ramah lingkungan.
!break!Menurut Ferrer, setiap rumah sakit diberi kebebasan untuk memulai program 10 agenda rumah sakit yang ramah lingkungan. (Baca pula : Hadapi Pemanasan Global, Perhatikan Lima Wabah Penyakit Ini_
“Rumah sakit bisa memulai dengan energi, beberapa rumah sakit mulai dengan limbah, atau bisa juga memulai dengan program makanan yang rendah karbon. Tergantung rumah sakit yang bersangkutan. Misalnya anggota baru kami Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta mulai dengan energi pembelian sarana kerja yang ramah lingkungan,” tambahnya.
Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat DR Sardjito Yogyakarta Mochamad Syafak Hanung mengatakan, rumah sakit yang dipimpinnya mengutamakan promosi kesehatan pasien dan lingkungan.
“Promosi kesehatan itu bagaimana hidup yang lebih sehat salah satunya. Bagaimana pengelolaan kesehatan lingkungannya, bagaimana mengelola sampah, energi dan sebagainya dan sudah masuk dalam program kita mengelola lingkungan. Lampu-lampu di RS Sardjito akan diganti lampu LED secara bertahap terkait keterbatasan energi. Jadi kita mulai menggunakan lampu yang 'safe energy' ya,” tukas Hanung.
Konferensi diselenggarakan bersamaan dengan konferensi nasional Health Promoting Hospitals yang diinisiasi oleh badan kesehatan dunia WHO. Disela konferensi juga diselenggarakan workshop terkait 10 agenda global rumah sakit ramah lingkungan oleh Health Care Without Harm dan pameran terkait gerakan ramah lingkungan. [ms/lt]