Rumah Baru untuk Orangutan Kameloh dan Kawan-kawannya

By , Kamis, 18 Agustus 2016 | 09:00 WIB

Sepuluh individu orangutan dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah di Nyaru Menteng kini menempati rumah baru mereka di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.

Pelepasliaran kesepuluh orangutan tersebut dilakukan oleh Borneo Orangutan Survival Foundation (Yayasan BOS) bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah dalam rangka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional yang jatuh pada 10 Agustus lalu. Ini merupakan pelepasliaran pertama di TNBBBR. Sebelumnya, Yayasan BOS telah sukses melepasliarkan 167 orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) di Hutan Lindung Bukit Batikap sejak 2012 silam.

Upaya pelepasliaran ini disambut baik oleh Bupati Katingan, Ahmad Yantenglie, yang wilayah kerjanya mencakup sebagian TNBBBR. “Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO, artinya kekayaan alam wilayah hutan ini telah mendapat pengakuan internasional. Maka dari itu, kondisi ini wajib kita pertahankan,” ujarnya.

Tim menuju ke titik pelepasliaran di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Perjalanan dari pusat rehabilitasi Nyaru Menteng ke titik pelepasliaran ditempuh dalam waktu 10 jam dengan melintasi jalur darat dan sungai. (Yayasan BOS)

Kesepuluh orangutan rehabilitan yang dilepasliarkan terdiri dari enam orangutan betina dan empat orangutan jantan, dengan enam di antaranya merupakan tiga pasang ibu dan anak.

Sebagian besar orangutan tersebut dulunya merupakan peliharaan warga yang berhasil diselamatkan oleh BKSDA ketika mereka masih bayi, sebagian lainnya merupakan korban konsesi perkebunan kelapa sawit.

Untuk mencapai rumah baru mereka, para orangutan itu menempuh perjalanan yang tidak sebentar. Bersama tim pelepasliaran, orangutan-orangutan tersebut melintasi jalur darat dan sungai selama sepuluh jam.

Tim pelepasliaran mengangkut kandang-kandang berisi orangutan ke titik pelepasliaran. (Yayasan BOS)

Direktur Jenderal KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tachrir Fathoni mendukung penuh kegiatan pelepasliaran ini. “Kegiatan pelepasliaran orangutan ke hutan-hutan yang secara khusus dilindungi merupakan upaya yang dibutuhkan untuk melestarikan spesies payung yang sangat berguna bagi hutan dan keanekaragaman hayatinya,” ujarnya.

Ia menambahkan, Masih sangat banyak orangutan di pusat rehabilitasi Sumatera dan Kalimantan yang harus dikembalikan ke alam liar begitu mereka telah siap.

Satu per satu, orangutan dilepaskan dari kandangnya. Setelah bertahun-tahun mengikuti program rehabilitasi dan reintroduksi, kini mereka siap hidup di alam bebas. (Yayasan BOS)

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh CEO Yayasan BOS, Jamartin Sihite. Hingga saat ini, masih ada sekitar 700 orangutan di kedua pusat rehabilitasi Yayasan BOS yang menunggu untuk dilepasliarkan.

“Akibat kebakaran hutan dan lahan, sejak tahun lalu kami telah menerima 19 orangutan baru. Kita wajib mencari lokasi pelepasliaran yang layak, baik dan aman, sebanyak mungkin,” katanya.

Saat ini, jumlah orangutan di Hutan Lindung Bukit Batikap sudah hampir mendekati batas daya dukung (carrying capacity) untuk orangutan rehabilitan, yaitu maksimal 200 individu. Kebutuhan akan lokasi pelepasliaran yang layak kian mendesak. Pasalnya, orangutan yang kini masih berada di pusat rehabilitasi tak bisa dilepasliarkan di sembarang lokasi. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain berada pada ketinggian di bawah 900 meter di atas permukaan laut, memiliki stok tumbuhan pakan alami yang cukup, tidak ada populasi orangutan liar, dan aman dari kemungkinan eksploitasi di masa depan.  

Orangutan telah berada di rumah barunya. Hingga saat ini, masih ada sekitar 700 orangutan di kedua pusat rehabilitasi Yayasan BOS yang menunggu untuk dilepasliarkan. (Yayasan BOS)

“Kami di Yayasan BOS sangat mengharapkan dukungan yang berkelanjutan dari pemerintah untuk membantu menyediakan areal perlindungan habitat orangutan dan penguatan upaya penegakan hukum atas pelanggaran perusakan habitat,” ujar Jamartin.

Orangutan merupakan primata yang populasinya saat ini sangat terancam punah. Habitat mereka berkurang drastis akibat alih fungsi hutan dan ulah manusia memelihara, memperdagangkan, atau berkonflik dengan spesies ini.

Kondisi tersebut menuntut semua pihak untuk lebih peduli terhadap upaya konservasi orangutan demi melindungi mamalia arboreal terbesar ini dari ancaman kepunahan.