Mungkin kita dapat menemukan sedikit bantuan untuk mengetahui tersangka kriminal lewat bekas darah, meskipun sudah mengering.
Kimiawan di University at Albany, SUNY, telah mendeskripsikan sebuah metode baru yang cepat namun akurat untuk mengetahui rentang usia seseorang hanya berdasarkan sampel darahnya. Uji ini kemudian akan mampu membantu untuk memudahkan investigasi di lokasi kriminal dalam mengetahui hasilnya semudah tes gula atau kehamilan.
"Saya harap ini akan mengubah dan mengakselerasikan investigas, jadi Anda dapat tahu dengan benar apa yang terjadi," ujar Jan Halamek, salah satu penulis makalah yang dipublikasikan bulan Mei di Analytical Chemistry.
Analisis tradisional DNA mampu menghabiskan waktu 72 jam dan data yang didapatkan terkait usia seseorang tidak begitu terpercaya. Sehingga Halamek dan timnya fokus pada tingkat phosphatase (ALP), sebuah enzim yang ditemukan dalam darah, yang mampu menunjukkan usia.
Dalam remaja, tulang tumbuh aktif melepas ALP, namun ketika seseorang mencapai usia dewasa atau tua, tulang tumbuh perlahan dan tingkat APL mulai mengendur. Pertumbuhan ALP ini biasanya terlihat pada wanita berusia 17 tahun dan pria berusia 18 tahun. Itu berarti metide ini mampu membantu membedakan antara remaja dan dewasa, kelompok yang mendapat perlakukan berbeda dalam sistem legal.
Tim memulai dengan serum manusia, sebuah zat yang tersedia dan mirip dengan darah manusia yang asli dan lebih mudah diperoleh darah yang sesungguhnya. Halamek dan rekannya mengambil ratusan sampe dengan konsentrasi ALP yang berbeda-beda untuk menemukan dewasa yang sehat.
Dua puluh lima sampel dengan tingkat ALP tinggi merepresentaikan wanita muda, sedangkan 25 sampel lain dengan tingkat rendah merepresentasikan wanita yang lebih tua. Tim melakukan uji pada rasio yang sama untuk pria muda dan tua.
Menggunakan prosedur yang dibeut dengan biocatalytic assay, peneliti mencari kimia yang spesifik dan menciptakan aktivitas enzim. Hal itu mampu meningkatkan tingkat ALP dan rentang usia, dengan tingkat kesuksesan 100 persen. Meski sampel ditinggalkan di lab selama 48 jam untu simulasi waktu yang telah berjalan selama di lokasi kriminal, hasilnya masih tetap sama.
George Schiro adalah direktur lab dan forensik di Scales Bilogical Laboratory di Mississippi. Ia mengatakan bahwa penelitian dari proyek ini sangat bagus, namun ia mencatat eksperimen tersebut harus di kontrol banyak persyaratan. Banyak lokasi kriminal tidak ditemukan lebih dari dua hari setelah insiden terjadi, sehingga ketika seseorang menyadari darah yang ada di loksi, sampel mungkin teralu encer untuk uji ALP.
Ia juga mengatakan bahwa serum kualitas tinggi yang digunakan Halamek dan timnya untuk eksperimen bukanlah sampel manusia sungguhan, dan mungkin terdapat jumlah minimum dari darah yang dibutuhkan untuk melengkapi uji tersebut.
"Ada banyak penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berguna bagi semua jenis investigasi lapangan," ujar Schiro. Namun beransumsi di lapangan, uji ini mungkin akan membantu investigator jika mereka dapat mengkombinasikan hasil rentang usia dengan karakteristik tersangka lainnya, seperti mata atau warna rambut, tambahnya.
Halamek mengatakan bahwa timnya masih meneliti proyek kimiawi ini. Langkah selanjutnya adalah meneliti perbedaan komponen dalam darah untuk melihat apakah mereka berhubungan dengan variabel seperti gender atau etnis. Hingga saat ini, investigasi masih terus dilakukan.