Batavia,sekitar tiga abad silam, diliputi oleh hawa panas dan hiruk pikuk khas perkotaan, mendesak warganya tak terkecuali Gubernur Jenderal Hindia Belanda Gustaaf Willem Baron van Imhoff, untuk sejenak menenangkan diri di kawasan pegunungan yang sejuk dan asri.
Bersama rombongannya, Imhoff menunggang kereta kuda, menempuh perjalanan dari Batavia menuju Buitenzorg sejauh sekitar 60 km atau 39 paal—1 paal sama dengan 1,5 km— selama kurang lebih 12 jam.
Namun agaknya kelelahan Imhoff setelah menempuh perjalanan sejauh dan selama itu, terbayar setibanya di Buitenzorg. Kota Hujan di kungkungan Gunung Pangrango, Gede dan Salak ini memang sangat indah. Terlebih seusai hujan, terasa atmosfer khas yang melenakan.
Sayang, pembangunan puri tetirah bergaya Eropa sesuai sketsa Imhoff, belum seutuhnya usai ketika ia tutup usia, pada 1750. Sejalan dengan waktu, puri di ketinggian 290 meter di atas permukaan laut ini mengalami perubahan fisik dan fungsi. Puri yang kemudian dikenal sebagai Istana Bogor ini pun menjadi saksi sejarah.
Seraya memperlihatkan ruang demi ruang, Jun, pemandu, menuturkan peristiwa heroik kala Barisan Keamanan Rakyat merebut Istana Bogor dari Jepang yang dikalahkan Sekutu, pada akhir Perang Dunia II, 1945. Empat tahun kemudian, kedaulatan Republik Indonesia (RI) diakui Belanda, dan secara resmi Istana Bogor diserahkan Belanda kepada Pemerintah RI.
”Anda sekalian adalah tamu presiden juga,” seru Jun sambil memukul gong–satu di antara ribuan koleksi benda seni yang mengisi istana–yang menjadi saksi bisu penandatanganan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) oleh Presiden RI Soekarno, 1966, yang melatarbelakangi berawalnya Orde Baru.
Rinai gerimis mengiringi saat kami melewati pekarangan istana yang dipijak ratusan rusa. Perjalanan kami lanjutkan menuju Istana Cipanas. Imhoff terpikat Cipanas saat melihat sumber air panas yang memancar di dekat pohon karet munding, dan segera menjadikan lahan di ketinggian 1.100 meter ini sebagai tempat tetirah, lengkap dengan kolam pemandian air panas, yang berasal dari Gunung Gede.
Imhoff jugalah yang membuat sketsa Istana Cipanas. Keanggunan eksteriornya merayap hingga bagian interiornya. Ornamen kayunya dikerjakan oleh tukang kayu dari Tegal dan Banyumas. Salah satu benda seni yang masyhur adalah lukisan Jalan Seribu Pandang karya S. Soedjojono, yang dari sisi manapun terlihat satu perspektif.
Tak jauh dari serambi belakang, terdapat Rumah Bentol. Disebut demikian, karena tonjolan batu kali memenuhi sekujur dinding dan lantainya.
Di sinilah Presiden Soekarno meluangkan waktu di akhir pekan, untuk berpikir dan beroleh gagasan kebangsaan di ruang kerjanya yang menghadap ke Gunung Gede, termasuk merumuskan pidato yang disampaikan pada Peringatan Kemerdekaan 17 Agustus.