Deteksi Parkinson dengan Tes Mata

By , Selasa, 23 Agustus 2016 | 17:00 WIB

Parkinson menyerang 1 dari 500 orang pada umumnya. Saat ini, ia duduk di posisi kedua sebagai penyakit neurodegeneratif di seluruh dunia. Meski berada di posisi tinggi, para ilmuwan masih jalan di tempat dalam perkembangan deteksi dan pengobatan kondisi tersebut. Sebuah kabar baik datang dari hasil eksperimen terbaru.

Para peneliti percaya sekarang mereka mungkin dapat mendiagnosa penyakit hanya dengan melihat sel-sel di retina pasien. Penulis studi yang dipublikasi minggu ini dalam jurnal Acta Neuropathologica Communication percaya bahwa hasil mereka dapat menjadi tonggak utama dalam perang melawan Parkinson. Meskipun, teknik ini baru diujicobakan pada tikus.

Ilmuwan di University College London (UCL) melakukan tes pertama pada hewan dengan cara yang murah dan non-invasif untuk mendeteksi penyakit. Para peneliti memeriksa tikus, dan menemukan bahwa perubahan bisa dilihat di belakang mata tikus sebelum gejala pengelihatan terjadi.

Penyakit ini terjadi karena neuron dopamin di daerah otak yang disebut substantia nigra mengalami apoptosis, atau kematian sel. Penderita biasanya tidak menyadari sampai mereka mulai mengalami gejala yang biasanya muncul setelah sekitar 70 persen dari neuron ini telah mati. Hingga saat ini belum ada cara untuk mendeteksi penyakit sebelum stadium lebih lanjut.

Peneliti menginduksi Parkinson pada tikus dengan menyuntikkan neurotoxin yang disebut rotenone setiap hari. Rotenone menginduksi apoptosis dengan menyebabkan mitokondria dalam sel-sel otak tidak berfungsi. Karena retina merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat, penulis penelitian memutuskan untuk menyelidiki cara neuron di mata atau sel ganglion retina (RGCs) terpengaruh oleh eksperimen ini.

Mereka menemukan bahwa, setelah sekitar 20 hari suntikan, mereka mampu melihat tanda-tanda Parkinson pada retina, seperti sejumlah besar RGCs mulai mengalami apoptosis. Namun, neuron di substansia nigra tidak terpengaruh sampai sekitar hari ke-60 eksperimen. Dengan demikian, para peneliti menyimpulkan bahwa peningkatan kadar RGC apoptosis bisa memberikan indikasi awal penyakit Parkinson, dan dapat membantu untuk mendiagnosa kondisi jauh sebelum gejala muncul.

"Ini merupakan terobosan yang berpotensi revolusioner dalam diagnosis dini dan pengobatan salah satu penyakit yang paling melemahkan dunia" ungkap Profesor Francesca Cordeiro, pemimpin penelitian tersebut.

Yayasan Parkinson di Inggris pun menganggap penelitian ini sebagai salah satu langkah penting untuk memerangi Parkinson.