Ketika Istana Menjadi Ruang Budaya Rakyat Indonesia

By , Senin, 22 Agustus 2016 | 17:00 WIB

Pada era Presiden Soekarno, Istana menjadi tempat diadakannya acara formal maupun informal. Tak hanya menerima tamu kenegaraan, namun juga acara keluarga. Istana menjadi bagian dari fungsi sosial, budaya dan estetika.

“Istana oleh Soekarno diberikan visi ‘ruang budaya’ untuk mengakomodasi kegiatan artistik, informal, populis, dan inklusif di luar agenda resmi kenegaraan,” jelas Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi dalam seminar ‘Karya Seni Rupa & Sejarah Indonesia’ pada Senin (22/08/2016) di Galeri Nasional, Jakarta.

Soekarno menyadari bahwa ruang politik yang normal menyebabkan kekakuan dalam membangun komunikasi antara rakyatnya. Ruang budaya dibutuhkan dalam lintas politik, strata, dan lintas ideologi sebagai sebuah ruang penuh rasa persatuan.

“Diplomasi budaya ala Soekarno tak hanya menunjukkan karakter bangsa yang kaya akan keanekaragaman budaya, namun juga untuk memberi perbedaan terkait cara penyambutan alat barat yang kala itu menjadi lawannya kala itu.”

Lewat kekayaan seni yang dimiliki oleh Soekarno, ia menjadikan Istana sebagai sebuah media ‘diplomasi budaya’ bagi pemerintah Indonesia. Kekayaan seni mampu membangun karakter bangsa serta mengenalkan budaya.

“Diplomasi budaya ala Soekarno tak hanya menunjukkan karakter bangsa yang kaya akan keanekaragaman budaya, namun juga untuk memberi perbedaan terkait cara penyambutan alat barat yang kala itu menjadi lawannya kala itu,” jelas Eko.

Bagi Presiden RI I itu, sambutan selamat datang yang ia terima ketika berkunjung ke Amerika Serikat, dengan dentuman Meriam yang memekakkan telinga terasa kering secara budaya. Ia sempat mengatakan kepada Menteri Pertahanan AS kala itu, Charles Winson, “Tuan boleh punya bom atom, tapi kami punya seni yang tinggi”.

Eko beranggapan, dengan menjadikan Istana sebagai ruang budaya, tentunya hal tersebut takkan dapat dilepaskan dari sosok Soekarno yang memiliki jiwa seni. Maklum, Soekarno lahir dari seorang wanita berdarah Bali, Ida Ayu Nyoman Rai. Seperti yang diketahui, Bali memiliki seni yang telah menjadi roh dalam setiap aspek kehidupan religi hingga filosofi masyarakatnya.