Menangani Kerusakan Candi Lewat Fotografi

By , Selasa, 30 Agustus 2016 | 15:00 WIB

Menjadi pelestari Candi Borobudur membutuhkan keterampilan tersendiri. Hal tersebut ternyata menjadi salah satu hikmah yang diungkapkan Suparno dalam temu wicara bertema “Mencintai Warisan Dunia Melalui Fotografi”, pada Senin (29/08/2016) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Sebagai seorang teknisi konservasi Candi Borobudur, Suparno sendiri mengakui bahwa dirinya harus bisa mengetahui jenis-jenis kerusakan batu. Ia mengatakan bahwa ada banyak hal yang mampu mempengaruhi kerusakan-kerusakan yang terjadi batu-batu pada candi.

“Sebagai kader teknisi bagian perawatan, saya belajar tentang jenis-jenis kerusakan batu. Dari yang karena jenis biologis dan hal-hal lainnya. Saya jadi tahu bagaimana cara-cara penanganan kerusakan batuan,” jelas Suparno.

Kemampuan fotografi berguna untuk mendokumentasikan data-data kegiatan perawatan candi. (Annisa Hardjanti)

Selain menjadi pelestari, rupanya Suparno harus memiliki kemampuan fotografi guna mendokumentasikan data-data kegiatan perawatan candi itu sendiri. Hal tersebut ternyata memberikan hikmah tersendiri bagi Suparno.

“Kita harus mengenal dan memahami dengan benar lingkup sasaran pekerjaan kita. Di samping kita mengenal pemotretan, kita juga harus tahu apa yang kita kerjakan dalam pemotretan itu,” katanya.

Menurut Suparno, setiap pemotretan butuh tujuan yang jelas dan alasan mengapa kegiatan itu dilakukan. Pemberian deskripsi dan alasan pemotretan menjadi salah satu hal yang penting yang perlu dilakukan oleh seorang dokumentalis.

Ada banyak cara mendekatkan generasi muda untuk mengenal lebih dekat warisan-warisan dunia yang dimiliki Indonesia, seperti Candi Borobudur. Salah satunya adalah kompetisi fotografi. (Annisa Hardjanti)

Di samping itu, kegiatan penomeran data pun dilakukan oleh Suparno dalam mendokumentasikan Candi Borobudur. Ia sendiri mengungkapkan hal itu perlu dilakukan untuk mempermudah dirinya untuk menemukan foto-foto yang ia perlukan.

“Kita harus perlu membuat daftar foto-foto, dan juga memberi penomoran. Tak lupa juga dengan cara penyimpanannya,” ujar Suparno.

Dengan memotret seluruh bagian candi, tak hanya diketahui kerusakan yang dihadapi, namun juga membuat perbandingan setelah pemugaran candi. (Annisa Hardjanti)

Bagi Suparno, dengan memotret seluruh bidang candi, ia tak hanya akan mengetahui kerusakan yang dialami dalam struktur candi. Kegiatan tersebut turut membantunya dalam membuat perbandingan setelah proses pemugaran dilakukan. Posisi pemotretan pun dilakukan di tempat yang sama.

(Annisa Hardjanti)

Temu wicara ini juga turut dihadiri oleh fotografer-fotografer ternama seperti Arbain Rambey, Oscar Matuloh, serta Feri Latief , sebagai bagian dari rangkaian peringatan 25 tahun penetapan Candi Borobudur dan Prambanan sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Bersamaan dengan diskusi itu, digelar pula pameran foto-foto Candi Borobudur dan Prambanan yang berlangsung pada tanggal 29 dan 30 Agustus 2016.