Laporan National Institute of Mental Health menunjukkan bahwa sekitar 7 dari 1.000 orang dapat mengembangkan resiko skizofrenia dalam hidup mereka.
Pemahaman masyarakat luas tentang skizofrenia memang mulai membaik selama beberapa tahun terakhir. Meski demikian, masih ada beberapa pemahaman keliru terhadap gangguan mental ini di kalangan khalayak. Berikut ini lima di pemahaman keliru seputar skizofrenia.
Mitos 1: Skizofrenia sama dengan kepribadian ganda
Banyak orang sering menyamakan antara skizofrenia dan berkepribadian ganda. Penderita skizofrenia menafsirkan realitas dengan cara yang tidak biasa melalui halusinasi, seperti melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Aspek-aspek dalam kondisi inilah yang sering disalahartikan sebagai kepribadian ganda.
Padahal, tak seperti skizofrenia, kepribadian ganda terbentuk akibat trauma yang terjadi di masa kanak-kanak, seperti kekerasan fisik atau seksual. Penderitanya memunculkan kepribadian tambahan sebagai perlindungan terhadap peristiwa traumatis.
Mitos 2: Skizofrenia hanya sekedar delusi dan halusinasi
Delusi dan halusinasi tak bisa dianggap remeh. Sebab itu adalah penyakit kronis otak yang berpengaruh terhadap berbagai fungsi otak, termasuk kemampuan berpikir jernih, mengendalikan emosi, mengambil keputusan dan menjalin hubungan dengan orang lain. Pengidap skizofrenia memiliki delusi yang didasarkan pada keyakinan palsu, membuat mereka percaya bahwa ada orang yang mengikuti atau melihat mereka.
Ada beberapa tipe skizofrenia. Orang yang didiagnosa dengan tipe berbeda akan tampak berbeda dan tak memiliki gejala yang sama.
Mitos 3: Penderita skizofrenia tak cerdas
Pasien skizofrenia terbukti memiliki kecerdasan setara dengan orang kebanyakan, bahkan ada yang tergolong jenius. Studi genetik yang diterbitkan dalam jurnal Nature menemukan aktor, penari, musisi seniman visual dan penulis di Islandia, yang 17 persen gen mereka kemungkinan besar membawa variasi gen skizofrenia dan gangguan bipolar.
Mitos 4: Skizofrenia murni karena genetik
Gen berperan penting dalam penyakit ini, tetapi tidak menutup faktor lain. Stres dan lingkungan dapat berpengaruh meningkatkan kerentanan seseorang terhadap penyakit mental.
Mitos 5: Skizofrenia tak bisa diobati
Saat ini memang belum ada obat khusus skizofrenia, namun obat antipsikotik dan terapi bicara terbukti efektif dalam mengurangi gejala. Studi dalam jurnal The American Journal of Psychiatry menemukan bahwa pasien skizofrenia yang mendapat perawatan terapi bicara dan mendapat dukungan keluarga serta mengkonsumsi dosis kecil obat antipsikotik pulih lebih cepat dalam satu atau dua tahun pengobatan dibandingkan pasien yang menerima perawatan standar. Lebih cepat pasien menjalani perawatan kombinasi, hasilnya akan lebih baik.
Penting untuk meluruskan pemahaman yang keliru seputar skizofrenia, agar penderita tak semakin tertekan akibat stigma di kehidupan bermasyarakat.