Masyarakat Ammatoa Kajang melindungi hutan dengan menjalankan fungsi konservasi. Hal itu disampaikan oleh kepala adat Ammatoa Kajang, Andi Buyung Saputra dalam diskusi ‘Areal Perhutanan Sosial untuk Kesejahteraan Rakyat Kawasan Hutan” yang diselenggarakan di Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada Selasa (06/09/2016).
“Kami menjalankan program kerja pada hutan kami dengan fungsi konservasi,” jelas Andi.
“Fungsi konservasi dilakukan untuk melindungi hutan yang dikeramatkan. Tidak ada fungsi ekonomi sama sekali,”
Fungsi konservasi dilakukan sebagai bentuk perlindungan bagi hutan yang dianggap keramat oleh masyarakat adat Ammatoa Kajang yang hidup di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Hutan mereka sendiri berada dalam status hutan adat.
“Fungsi konservasi dilakukan untuk melindungi hutan yang dikeramatkan. Tidak ada fungsi ekonomi sama sekali,” katanya lagi.
Menurut Andi, kepercayaan masyakat adat yang menganggap hutan sebagai ibu mereka membuat pengelolaan dan konservasi hutan adat Ammatoa Kajang tidak mengalami kesusahan. Hal tersebut menjadi unik karena hutan adat tersebut tidak dikelola untuk kepentingan ekonomi, seperti hutan-hutan lain.
Hutan adat masyarakat Ammatoa Kajang sendiri merupakan sebuah hutan produksi terbatas. Hal tersebut dikarenakan hutan itu dikelola untuk kepentingan masyarakat, tanpa ada sedikitpun untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Hutan adat sendiri merupakan hutan hak, di samping hutan milik dan hutan rakyat. Pengelompokan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri LHK No.P.32/Menlhk-Setjen/2015 tentang Hutan Hak.
Hingga kini, masyarakat adat Ammatoa Kajang masih menunggu adanya perubahan status hutan mereka, dari hutan produksi terbatas menjadi hutan adat.
Tak hanya dihadiri oleh kepala adat masyarakat Ammatoa Kajang, sejumlah perwakilan dari lembaga kehutanan juga turut bergabung dalam diskusi tersebut, seperti lembaga kehutanan dari provinsi Jambi dan Kulonprogo. Diskusi merupakan bagian dari rangkaian acara sarasehan Perhutanan Sosial Nusantara.