Institut Kejiwaan di Munich Tak Sengaja Simpan Sampel Otak Korban Nazi

By , Senin, 5 September 2016 | 12:00 WIB

Sebuah institut penelitian kejiwaan di Munich secara tidak sengaja menyimpan bagian dari tubuh-tubuh yang pernah digunakan oleh para dokter Nazi. Komponen tubuh manusia, kebanyakan bagian otak, ditemukan selama pekerjaan konstruksi yang dilakukan di Max Planck Institute of Psychiatry tahun lalu.

Selama Perang Dunia II, institut ini dihubung-hubungkan dengan teori Nazi yang berkaitan dengan isu rasial, yang juga bagian dari ideologi mereka. Permintaan tubuh-tubuh itu dilakukan untuk penelitian. Banyak dari bagian tubuh-tubuh tersebut dikirimkan oleh fisikawan Auschwitz Josef Mengele, yang menjadi orang paling gila dalam keanggotaan Nazi.

Sebenarnya, otak-otak itu milik Julius Hallervorden, seorang anggota Nazi yang bekerja sebagai kepala neuropathologi di institut tersebut.

Dikenal sebagai Malaikat Kematian, Mengele memiliki korban untuk dijadikan korban dalam ruangan gas di kamp konsentrasi, ditambah lagi dengan aksi kekerasan dan eksperimen mematikan yang dilakukan pada para tahanan.  Otak mereka yang tewas dikirimkan ke Max Planck Institute, yang tanpa diketahui digunakan untuk kegiatan penelitian oleh para ilmuwan di sana.

Sebenarnya, otak-otak itu milik Julius Hallervorden, seorang anggota Nazi yang bekerja sebagai kepala neuropathologi di institut tersebut. Ia kemudia juga melakukan aksi yang serupa dengan Mengele, yaitu eksperimen yang mengerikan kepada para korban, termasuk anak-anak, selama Perang Dunia II.

“Dari investigasi yang dilakukan, otak-otak milik seorang dokter dan peneliti otak Julius Hallervorden mendorong presiden dari Max Planck Society untuk melakukan review secara total mengenai koleksi spesimen manusia di institut tersebut,” ujar organisasi dalam sebuah pernyataan.

“Max Planck Society juga melakukan proyek untuk melihat dan mengidentifikasi para korban lewan data dan rekaman yang ada,” tambahnya.  “Spesimen manusia yang ditemukan sebagai bagia dari review yang dilakukan harus dimakamkan dengan nama.”